Laman depan LHP Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun 2020 sampai dengan Semester I/2021.
JAKARTA, DDTCNews - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencatat Ditjen Pajak (DJP) masih belum mengelola insentif perpajakan secara terpusat.
Dalam laporannya, BPK mencatat DJP tak memiliki fungsi yang mengelola insentif secara terpusat baik pada suatu unit tertentu atau melalui ketentuan tata kelola tertentu.
"Pengelolaan dan proses bisnis tersebar dan melekat pada tugas pokok dan fungsi di beberapa direktorat," tulis BPK pada LHP Kinerja atas Efektivitas Pengelolaan Insentif Fiskal Tahun 2020 sampai dengan Semester I/2021, dikutip Sabtu (4/6/2022).
Sebagai contoh, peraturan tentang insentif pajak yang merupakan bagian dari program pemulihan ekonomi nasional (PEN) disusun oleh Direktorat Perpajakan I dan II, sedangkan pelaksanaannya diemban oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan serta Direktorat Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tanggung jawab pelaporan atas insentif PEN juga diemban oleh Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan.
Untuk insentif PPh yang tak berkaitan dengan program PEN, penyusunan peraturan dilakukan oleh Direktorat Perpajakan I dan II, sedangkan pelaksanaannya menjadi tanggung jawab Direktorat Peraturan Perpajakan II. Sementara itu, tak ada direktorat yang bertugas melaporkan insentif PPh non-PEN.
Untuk insentif PPN non-PEN, peraturan juga disusun oleh Direktorat Perpajakan I dan II, sedangkan pelaksanaannya dilakukan secara bersamaan oleh Direktorat Perpajakan I; Direktorat Potensi, Kepatuhan, dan Penerimaan; Direktorat Data dan Informasi Perpajakan; kanwil; dan KPP. Tak ada direktorat yang bertugas melakukan pelaporan insentif PPN non-PEN.
Akibatnya, data dan informasi dari DJP mengenai insentif PEN lebih memadai dibandingkan dengan insentif non-PEN.
Informasi mengenai insentif pajak PEN dilengkapi dengan proses perencanaan kebijakan, realisasi, hingga pelaporan dan evaluasinya. Data pelaporan insentif pajak non-PEN tak tersedia karena belum ada ketentuan yang mewajibkan penyusunan laporan dan pemanfaatan fasilitas pajak non-PEN.
DJP pun mengakui tidak dapat mengungkapkan insentif non-PEN karena data mengenai insentif-insentif tersebut tidak tersedia pada saat laporan keuangan disusun.
BPK pun merekomendasikan kepada DJP untuk melaksanakan fungsi koordinasi dalam pengelolaan insentif pajak baik yang merupakan belanja perpajakan maupun nonbelanja perpajakan.
Untuk diketahui, insentif pajak yang merupakan insentif PEN contohnya adalah PPh Pasal 21 DTP, PPh final UMKM DTP, pengurangan angsuran PPh Pasal 25, hingga PPnBM DTP atas mobil baru.
Adapun insentif pajak yang merupakan insentif non-PEN contohnya adalah tax holiday, tax allowance, super tax deduction, insentif pajak di KEK, hingga pembebasan PPN atas BKP strategis. (sap)