SEWINDU DDTCNEWS
PENERIMAAN BEA CUKAI

Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tumbuh 37,7% Per April, Ini Pemicunya

Dian Kurniati
Selasa, 24 Mei 2022 | 10.30 WIB
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai Tumbuh 37,7% Per April, Ini Pemicunya

Menteri Keuangan Sri Mulyani dengan paparannya dalam konferensi pers APBN Kita. (tangkapan layar)

 

JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah mencatat realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai hingga kuartal I/2022 senilai Rp108,4 triliun atau tumbuh 37,7%.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan realisasi itu setara dengan 44,2% dari target yang dipatok, Rp245,0 triliun. Menurutnya, penerimaan kepabeanan dan cukai tersebut menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang makin kuat.

"Ini adalah pertumbuhan yang sangat kuat," katanya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (23/5/2022).

Sri Mulyani mengatakan kinerja penerimaan positif terjadi pada seluruh komponen kepabeanan dan cukai. Penerimaan cukai mengalami pertumbuhan 30,8% karena dipengaruhi sejumlah faktor.

Pada cukai hasil tembakau yang realisasinya senilai Rp76,29 triliun atau tumbuh 30,98%, pendorongnya adalah kenaikan tarif cukai, peningkatan produksi, serta limpahan penerimaan cukai dari tahun lalu. Secara bulanan, realisasinya pada April 2022 tercatat senilai Rp20,68 atau tumbuh 106,35%.

Sementara pada cukai minuman mengandung etil alkohol (MMEA), realisasinya senilai Rp2,19 triliun atau tumbuh 25,9% karena dampak peningkatan produksi, sejalan dengan membaiknya kegiatan ekonomi di sektor perhotelan dan pariwisata. Produksi MMEA kontribusinya dominan berasal dari perusahaan dalam negeri, yakni 99%.

Kemudian pada bea masuk, realisasi penerimaannya Rp15,31 triliun atau tumbuh 33,2%. Pertumbuhan itu dipengaruhi membaiknya kinerja ekonomi nasional, terutama pada sektor industri pengolahan serta pertambangan dan penggalian.

Adapun pada bea keluar, penerimaannya hingga Maret 2022 senilai Rp14,51 triliun atau tumbuh 102,05%. Menurut Sri Mulyani, realisasi bea keluar yang tinggi tersebut kembali didorong oleh peningkatan volume ekspor dan harga komoditas, terutama produk kelapa sawit dan tembaga.

Secara bulanan, Sri Mulyani menyebut efek kebijakan pelarangan ekspor minyak kelapa sawit belum terasa karena baru diterapkan mulai 28 April 2022.

"Tentu kemarin dengan adanya pelarangan [ekspor] CPO, akan terasa turunnya pada bulan Mei. Namun, kita berharap dengan pemulihan kembali policy-nya, akan bisa mengembalikan lagi tren untuk penerimaan bea keluar CPO kita," ujarnya. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
Facebook DDTC
Twitter DDTC
Line DDTC
WhatsApp DDTC
LinkedIn DDTC
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.