Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Tarif pajak atas transaksi aset kripto yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022 dirasa masih terlalu tinggi.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo) Teguh Kurniawan Harmanda mengatakan besaran tarif pajak atas suatu sektor seharusnya mengikuti perkembangan industri terkait.
"Pajak yang terlalu tinggi akan membuat investor merasa rugi dan tidak adil. Sebab di saat untung mereka dipungut pajak, tetapi ketika rugi tidak dapat pengurangan pajak," ujar Teguh dalam keterangan resminya, dikutip Kamis (7/4/2022).
Teguh mengatakan besaran nilai yang dikenai pajak seyogyanya mengikuti perkembangan sektor terkait. Saat ini, menurutnya, sektor cryptocurrency di Indonesia masih tergolong baru sehingga membutuhkan regulasi yang tepat dan tak mengekang.
Jika peraturan perpajakan yang ditetapkan ternyata tidak tepat, regulasi tersebut dikhawatirkan malah menekan tumbuh kembang sektor aset kripto di Indonesia.
"Kami sebenarnya tidak pernah menolak soal pajak ini. Tapi, kalau ada pajak baru seharusnya semua pelaku industri dilibatkan. Jadi hasilnya bisa fair untuk semuanya," ujar Teguh.
Terlepas dari permasalahan tersebut, Teguh mengatakan berlakunya ketentuan pajak atas transaksi aset kripto pada PMK 68/2022 memiliki potensi memberikan dampak positif dan legitimasi terhadap aset kripto.
Aspakrindo masih akan terus melakukan kajian terhadap dampak tarif PPN dan PPh Pasal 22 final sebesar 0,11% dan 0,1% sembari menunggu arahan lebih lanjut mengenai mekanisme implementasi PMK 68/2022.
"Sebagai asosiasi dan perusahaan perdagangan aset kripto yang berada di bawah Bappebti, kami tentu selalu menerapkan good corporate governance yang akan patuh dan tunduk pada peraturan dan perundang-undangan di Indonesia," ujar Teguh. (sap)