Menteri Keuangan Sri Mulyani (kanan pada layar) menghadiri secara virtual Rapat Paripurna DPR RI Ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2021-2022 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (7/10/2021). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/aww.
JAKARTA, DDTCNews – Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) telah diterbitkan.
Undang-undang yang terdiri atas 9 bab dan 19 pasal tersebut mengubah sejumlah ketentuan dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), UU Pajak Penghasilan (PPh), UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan UU Cukai.
UU HPP juga memuat program penungkapan sukarela wajib pajak dan pajak karbon. Berbagai perubahan ketentuan undang-undang perpajakan yang masuk dalam UU HPP dapat dibaca dalam dokumen persandingan. Download dokumen tersebut di sini.
Seperti diketahui, sebelum akhirnya disahkan menjadi UU HPP, payung hukum tersebut awalnya diusung sebagai revisi atas UU KUP. Namun, karena memuat sejumlah ketentuan dalam undang-undang lainnya, payung hukum dengan skema omnibus ini disepakati berubah nama.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemulihan ekonomi membutuhkan banyak sekali pemihakan dan resources sehingga harus didesain sangat hati-hati dan detail. Pemerintah menggunakan semua instrumen yang ada, terutama terkait dengan APBN.
Pemerintah, sambung Sri Mulyani, juga ingin UU HPP mengoptimalkan penerimaan negara, mewujudkan sistem pajak yang berkeadilan, memberikan kepastian hukum, serta melaksanakan reformasi administrasi dan kebijakan perpajakan yang makin harmonis dan konsolidatif.
“Untuk memperluas juga basis perpajakan kita di era globalisasi dan teknologi digital yang begitu sangat mendominasi. Dan terakhir adalah dengan UU HPP, kita ingin terus meningkatkan sukarela kepatuhan wajib pajak,” ujar Sri Mulyani. (kaw)