Ilustrasi. Pekerja mengemas jajanan oleh-oleh di Tamansari, Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (29/9/2021). Tumbuhnya sektor pariwisata di Banyuwangi mampu meningkatkan berbagai sektor salah satunya adalah UMKM yang memproduksi oleh-oleh yang pemasaranya dikelola BUMDes setempat. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dan DPR sepakat untuk tidak menghapus insentif UMKM pada Pasal 31E UU PPh melalui RUU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Anggota Komisi XI DPR RI Puteri Komarudin mengatakan insentif tersebut masih diperlukan untuk membantu UMKM bertahan di tengah pandemi Covid-19.
"Kami menolak usulan penghapusan insentif tersebut karena sektor UMKM perlu mendapatkan dukungan afirmasi untuk dapat bertahan dari dampak pandemi dan terus mampu menopang perekonomian kita," ujar Puteri, dikutip Selasa (5/10/2021).
Penghapusan Pasal 31E UU PPh merupakan salah satu klausul yang diusung pemerintah melalui pembahasan RUU KUP atau yang saat ini berubah nama menjadi RUU HPP.
Kementerian Keuangan memandang insentif Pasal 31E tersebut sudah tidak relevan seiring dengan makin turunnya tarif PPh badan berkat Perppu 1/2020.
"Mengingat PPh badan sudah mulai menurun, 22% dan 20% nanti [2022], kami melihat insentif ini sepertinya sudah tidak relevan lagi," ujar Direktur Peraturan Perpajakan I Ditjen Pajak (DJP) Hestu Yoga Saksama pada Agustus 2021.
Selain karena tarif PPh badan yang terus mengalami penurunan, PP 23/2018 sudah memberikan perlakuan khusus bagi UMKM. Pada PP tersebut, wajib pajak UMKM dengan omzet maksimal Rp4,8 miliar per tahun bisa membayar pajak menggunakan skema PPh final dengan tarif 0,5% dari omzet.
Dengan adanya Pasal 31E, wajib pajak badan dengan peredaran bruto maksimal Rp50 miliar dapat memperoleh pengurangan tarif sebesar 50% atas penghasilan kena pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp4,8 miliar. (sap)