Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2-APBN) 2020 kepada DPR. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyerahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN (P2-APBN) 2020 kepada DPR.
Sri Mulyani mengatakan pelaksanaan APBN 2020 sangat dipengaruhi pandemi Covid-19. Menurutnya, pemerintah telah menggunakan APBN sebagai countercyclical melawan pandemi sekaligus melindungi ekonomi masyarakat.
"Pemerintah berusaha keras melalui instrumen APBN untuk menahan dampak negatif pandemi terhadap kesejahteraan rakyat agar tidak mengalami penurunan yang sangat tajam," katanya dalam rapat paripurna DPR, Kamis (15/7/2021).
Sri Mulyani mengatakan pemerintah merespons pandemi Covid-19 dengan mengambil langkah extraordinary seperti memberikan stimulus ekonomi dan keuangan. Kebijakan tersebut utamanya diarahkan untuk menangani dampak kesehatan dari pandemi Covid-19 sekaligus memulihkan perekonomian nasional.
Berbagai kebijakan tersebut pada akhirnya berhasil menahan laju kontraksi pertumbuhan ekonomi 2020 menjadi minus 2,07%, dan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki level moderat terdampak pandemi Covid-19. Sementara tingkat inflasi tercatat hanya 1,68% karena pandemi berdampak pada penurunan aktivitas perekonomian dan tingkat permintaan masyarakat.
Sri Mulyani menyebut pokok-pokok keterangan pemerintah mengenai pertanggungjawaban atas pelaksanaan APBN 2020 terdiri atas laporan keuangan pemerintah pusat (LKPP) 2020 yang telah diperiksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dia menyebut BPK juga telah memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas pelaksanaan APBN 2020.
Pada pidatonya, Sri Mulyani memaparkan ringkasan realisasi APBN 2020. Realisasi pendapatan negara tercatat senilai Rp1.647,7 triliun atau minus 15,9% dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya. Khusus dari sisi perpajakan, penerimaannya mencapai Rp1.285,1 triliun atau terkontraksi 16,8% dibandingkan dengan realisasi tahun sebelumnya.
Sementara dari sisi belanja, realisasinya mencapai Rp2.309,3 triliun atau tumbuh 4,3%. Belanja itu terdiri atas belanja pemerintah pusat senilai Rp1.496,3 triliun serta transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp812,9 triliun.
Dengan kinerja tersebut, defisit APBN 2020 tercatat Rp947,6 triliun atau 6,14% terhadap produk domestik bruto (PDB).
"Defisit ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan periode 2019, sejalan dengan lebih rendahnya kinerja pendapatan negara akibat perlambatan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 disertai kinerja belanja negara yang tetap tumbuh positif," ujarnya.
Sri Mulyani kemudian melaporkan perubahan saldo anggaran lebih (SAL) yang pada awal 2020 senilai Rp212,7 triliun. Pada tahun tersebut, terdapat penggunaan SAL senilai Rp70,6 triliun, sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) Rp245,6 triliun, dan penyesuaian SAL Rp0,4 triliun sehingga saldo akhir SAL 2020 sebesar Rp388,1 triliun.
Dalam posisi keuangan pemerintah pada neraca hingga 31 Desember 2020, Sri Mulyani menyebut total aset senilai Rp11.098,6 triliun, kewajiban senilai Rp6.625,4 triliun, dan ekuitas senilai Rp4.473,2 triliun.
"RUU ini diajukan pemerintah kepada DPR RI untuk dibahas dan selanjutnya dimintakan persetujuan untuk ditetapkan menjadi undang-undang," imbuh Sri Mulyani. (kaw)