Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. (tangkapan layar Youtube)
JAKARTA, DDTCNews – Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menerbitkan peraturan terkait dengan integrasi data keuangan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan perpres tersebut akan mengurai permasalahan mengenai data penduduk yang beragam jenis, termasuk untuk tujuan penggalian potensi perpajakan. Dia beralasan saat ini, setiap penduduk Indonesia memiliki 40 nomor identitas yang berbeda dan tersebar di berbagai lembaga atau instansi.
"Kami sedang berupaya sekarang dalam tahap selanjutnya, menyusun perpres untuk integrasi data keuangan dengan memperkenalkan dan menggunakan common identifier," katanya dalam sebuah webinar, Jumat (28/5/2021).
Sri Mulyani mengatakan permasalahan mengenai nomor identitas yang beragam sempat terjadi pada Kemenkeu karena Ditjen Pajak (DJP) serta Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menerbitkan nomor identitas yang berbeda. Belakangan, nomor identitas antara DJP dan DJBC dapat disatukan.
Pada konteks yang lebih luas, Sri Mulyani menyebut masih banyak identitas WNI dengan nomor yang berbeda-beda, seperti nomor induk kependudukan (NIK) dan nomor paspor. Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan penataan atau konsolidasi data agar lebih terintegrasi. Hal ini juga sejalan dengan Perpres No. 39/2019 tentang Satu Data Indonesia.
Saat ini, DJP terus berupaya membangun fondasi integrasi data perpajakan dengan melakukan pencocokan data NIK dan nomor pokok wajib pajak (NPWP). Dengan data yang terintegrasi, Sri Mulyani menilai proses analisis akan lebih mudah, baik yang bersifat prediktif maupun preskriptif.
Menurutnya, data yang terintegrasi membutuhkan pengenal umum atau common identifier agar bisa menjadi sumber informasi yang bermanfaat. Hal ini dibutuhkan, misalnya saat otoritas harus melakukan identifikasi transaksi, menelusuri aset, melakukan konfirmasi transaksi, menggali potensi, melengkapi basis data, serta membangun profil risiko wajib pajak di Indonesia.
"Ini terutama untuk menguji kepatuhan dan pemenuhan kewajiban pajaknya," ujarnya.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menilai integrasi data akan menjadi batu fondasi dalam membangun big data analytic yang bisa dipakai untuk peningkatan dan optimalisasi penerimaan negara. Selain itu, big data juga bisa dipakai untuk merumuskan kebijakan, misalnya mengenai sasaran bantuan sosial dan subsidi. (kaw)