Dirjen Pajak Suryo Utomo dalam Media Briefing, Rabu (30/1/2020). (tangkapan layar Zoom)
JAKARTA, DDTCNews – Meterai lama dengan bertarif Rp3.000 dan Rp6.000 masih bisa digunakan dan dilekatkan pada dokumen terutang bea meterai selama setahun sejak diundangkannya UU Bea Meterai terbaru.
Dirjen Pajak Suryo Utomo mengatakan ketentuan ini merupakan masa transisi dari penerapan revisi UU No. 13/1985 Bea Meterai yang telah disahkan DPR kemarin. Dalam UU yang baru, nantinya tarif bea meterai menjadi Rp10.000.
"Untuk kemudahan, kami siapkan masa transisi dalam UU Bea Meterai sehingga meterai lama masih bisa dipakai selama setahun," ujar Suryo, Rabu (30/9/2020).
Direktur Peraturan Perpajakan I Arif Yanuar pun menerangkan pada masa transisi, dokumen yang terutang bea meterai dalam setahun bisa menggunakan meterai senilai minimal Rp9.000. Dengan demikian, meterai yang dilekatkan minimal ada dua, yakni meterai sebesar Rp3.000 dan Rp6.000.
"Wajib pajak bisa melekatkan meterai Rp3.000 dan Rp6.000 atau melekatkan 2 meterai Rp6.000. Jadi minimal sebesar Rp9.000 atau bisa Rp12.000 hingga setahun ke depan. Ini masa transisinya," ujar Arif.
Seperti diketahui, UU No. 13/1985 tentang Bea Meterai direvisi untuk memperluas definisi dari dokumen yang terutang bea meterai. Dokumen elektronik yang dahulu tidak terutang bea meterai sekarang menjadi terutang bea meterai.
Tarif bea meterai juga disesuaikan dari awalnya senilai Rp3.000 dan Rp6.000 menjadi tarif tunggal sebesar Rp10.000. Meski tarif naik, dokumen yang menjadi objek bea meterai hanyalah dokumen yang memuat jumlah uang dengan nilai di atas Rp5 juta.
"Pengaturan ini merefleksikan adanya keberpihakan pemerintah kepada masyarakat, khususnya sektor usaha mikro, kecil, dan menengah," ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam pidato pada sidang paripurna yang mengesahkan UU Bea Meterai yang baru. (kaw)