Menteri Keuangan Sri Mulyani (tengah) bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa (kanan), Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto (kanan), Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo (kedua kiri) dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso (kiri) mengikuti rapat kerja bersama Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Sri Mulyani menyebut Indonesia masih berisiko masuk dalam zona resesi jika ekonomi tidak sege
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia masih berisiko masuk dalam zona resesi jika ekonomi tidak segera pulih dari tekanan akibat pandemi virus Corona.
Sri Mulyani mengatakan kunci Indonesia terbebas dari resesi adalah jika ekonomi kuartal III dan IV/2020 mencatat pertumbuhan positif. Karena itu, pemerintah memberikan banyak stimulus agar ekonomi membaik dari keterpurukan pada kuartal II/2020, dengan prediksi pertumbuhan minus 3,8%.
"Kami berharap kuartal III dan IV tumbuh 1,4%, atau kalau dalam negatif bisa negatif 1,6%. Itu technically bisa resesi kalau kuartal III negatif, dan secara teknis Indonesia bisa masuk ke zona resesi," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (22/6/2020).
Sri Mulyani menjelaskan pemerintah telah memberikan insentif pajak pada 18 sektor usaha yang terdampak pandemi virus Corona. Insentif itu meliputi PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah, pembebasan PPh Pasal 22 impor, diskon 30% angsuran PPh Pasal 25, serta restitusi PPN dipercepat.
Dengan insentif pajak tersebut, Sri Mulyani berharap semua sektor ekonomi segera pulih agar para tenaga kerja kembali terserap, yang pada akhirnya juga mendorong konsumsi rumah tangga.
Namun, realisasi penyerapan insentif pajak baru mencapai 6,8% sehingga dia meminta Ditjen Pajak (DJP) menggencarkan sosialisasi agar semakin banyak pelaku usaha yang memanfaatkannya.
Meski demikian,Ā insentif pajak tidak bisa menjadi satu-satunya solusi menyelamatkan perekonomian dari risiko resesi. Dorongan lain yang harus dilakukan yakni restrukturisasi kredit perbankan dan tambahan kredit modal yang dijamin pemerintah untuk melonggarkan likuiditas pelaku usaha.
"Jika program ini digabungkan dengan restrukturisasi kredit dari OJK (Otoritas Jasa Keuangan) dan pemerintah menggulirkan kredit modal kerja yang dijamin oleh pemerintah, kita berharap kuartal III dan IV ekonomi akan pulih," ujarnya.
Tahun ini, pemerintah memproyeksi pertumbuhan ekonomi berkisar minus 0,4% hingga 1%. Adapun ekonomi pada kuartal II/2020 diperkirakan tumbuh minus 3,8%. (Bsi)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.