JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa berpandangan pemerintah saat ini tidak memiliki urgensi untuk membentuk badan penerimaan negara (BPN).
Purbaya menilai kinerja Ditjen Pajak (DJP) dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) sudah memadai untuk menghimpun penerimaan negara, khususnya perpajakan. Oleh karena itu, dia mengungkapkan belum berencana membentuk BPN.
"Belum ya [rencana pembentukan BPN], tapi itu tergantung perintah presiden seperti apa, tergantung hasil diskusi saya dengan presiden seperti apa. Untuk sementara kalau saya lihat sih belum perlu sampai kita semuanya sudah stabil," ujarnya dalam konferensi pers APBN Kita, Senin (22/9/2025).
Purbaya berandai-andai apabila kinerja DJP dan DJBC dalam mengumpulkan penerimaan negara malah tidak optimal atau bahkan anjlok, maka pemerintah bisa saja membentuk badan baru seperti BPN.
Dia mengakui masih ada beberapa kelemahan sistem pada 2 instansi unit vertikal Kemenkeu tersebut. Namun, dia menilai kekurangan DJP dan DJBC masih bisa diperbaiki dan tidak mengganggu proses pengumpulan penerimaan perpajakan.
"Saya mau lihat kalau dijalankan dengan optimal, berapa kenaikan bea cukai maupun pajak. Kalau masih terlalu rendah, baru kita pikirkan [membentuk BPN], tapi sampai sekarang saya rasa belum," kata Purbaya.
Sejak dilantik menjadi menteri keuangan, Purbaya memang konsisten mengatakan saat ini pemerintah belum berencana membentuk BPN. Dia mengaku Presiden Prabowo Subianto juga tidak memberikan instruksi khusus mengenai BPN.
Untuk diketahui, pembentukan BPN merupakan salah satu janji politik Prabowo. Kepala Negara meyakini dengan mendirikan BPN, pengelolaan penerimaan negara bisa lebih optimal sehingga setoran perpajakan akan meningkat.
Di sisi lain, Presiden Prabowo telah resmi memasukkan pendirian BPN ke dalam salah satu poin Program Hasil Terbaik Cepat dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2025. Ketentuan itu tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) 79/2025.
Dalam poin kedelapan RKP 2025 terbaru, pemerintah berencana mendirikan BPN dan meningkatkan rasio pendapatan negara terhadap produk domestik bruto (PDB) ke 23%. (dik)