Ilustrasi. Warga bersama sejumlah aparatur sipil negara (ASN) antre mengambil nasi bungkus daun pisang untuk buka puasa bersama di Balai Kota Kediri, Jawa Timur, Senin (3/3/2025). ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani/Spt.
JAKARTA, DDTCNews - Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Rini Widyantini menyatakan menerapkan pola kerja fleksibel atau flexible working arrangement (FWA) bagi aparatur sipil negara (ASN) hanya bersifat opsional.
Rini mengatakan instansi pemerintah tidak wajib menerapkan kebijakan WFA bagi ASN. Sebab, kebijakan WFA bagi ASN ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing instansi.
"Fleksibilitas kerja bersifat opsional, bukan kewajiban. Fleksibilitas dilakukan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan kesiapan dalam teknologi informasi," katanya dalam rapat bersama Komisi II DPR, dikutip pada Selasa (1/7/2025).
Rini mengatakan PP 94/2021 tentang Disiplin PNS dan Perpres 21/2023 tentang Hari dan Jam Kerja ASN telah mengatur ASN dapat melaksanakan tugas secara fleksibel, baik dari sisi lokasi maupun waktu. Kemudian, terbit pula Peraturan Menteri PANRB No. 4/2025 tentang Pelaksanaan Tugas Kedinasan ASN Secara Fleksibel di Instansi Pemerintah.
Peraturan ini menjadi pedoman teknis untuk mempermudah instansi pemerintah dalam menerapkan fleksibilitas kerja secara terukur, berbasis kinerja, dan tetap menjaga kualitas pelayanan publik.
Dia menjelaskan penyusunan peraturan tersebut telah melalui proses yang panjang, termasuk survei dan uji coba di beberapa instansi, serta diskusi lintas kementerian. Pada studi yang pernah dilakukan pakar pada 2020, menunjukkan bahwa fleksibilitas kerja membantu meningkatkan kepuasan kerja, menurunkan stres, dan berdampak positif pada pencapaian tujuan organisasi.
Sebelum Peraturan Menteri PANRB 4/2025 terbit, fleksibilitas kerja ASN telah diterapkan dalam kondisi khusus seperti pandemi Covid-19, arus mudik, dan kegiatan kenegaraan. Pasca-pandemi, fleksibilitas kerja ASN tetap diterapkan di berbagai instansi seperti Kemenkeu, Bappenas, dan pemerintah daerah dengan skema work from office (WFO), work from home (WFH), co-working space, dan shift kerja.
Pelayanan publik akan tetap berjalan, terutama pada unit layanan 24/7 seperti rumah sakit dan pemadam kebakaran.
"Penerapan fleksibilitas kerja dilakukan dengan efektif sesuai kriteria, pengawasan, dan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang sesuai," ujarnya.
Rini memaparkan fleksibilitas kerja mencakup fleksibilitas lokasi kerja dan/atau fleksibilitas kerja secara waktu. Penerapannya tidak bisa diberikan kepada semua tugas atau semua pegawai, tetapi harus memenuhi kriteria yang jelas dan tegas.
Fleksibilitas kerja juga tidak berarti memberikan kelonggaran disiplin bagi ASN untuk bekerja lebih santai. Pengawasan serta penilaian ketat dan terukur dilakukan bagi pegawai yang melakukan fleksibilitas kerja.
"Karena itu, peran pimpinan dan dukungan teknologi informasi menjadi kunci agar pelaksanaan berjalan efektif dan terukur," imbuhnya.
Tujuan fleksibilitas kerja utamanya adalah meningkatkan kinerja organisasi dan individu tanpa mengurangi kualitas pelayanan publik. Kementerian PANRB akan terus memantau dan mengevaluasi kinerja pelayanan publik, akuntabilitas instansi, serta kepuasan masyarakat sebagai bagian dari penilaian reformasi birokrasi. (dik)