Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Seiring dengan implementasi coretax administration system, atas PPh Pasal 22 yang dipungut oleh pemungut, pembuatan kode billing-nya menggunakan nomor pokok wajib pajak (NPWP) pemungut.
Ketentuan ini misalnya berlaku bagi instansi pemerintah selaku pemungut PPh Pasal 22 wajib membuat bukti pungut dan memberikannya kepada rekanan selaku wajib pajak yang dipungut. Hal itu telah diatur dalam PMK 81/2024.
"Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pemungut pajak ... wajib disetor oleh pemungut pajak ke kas negara dengan menggunakan nomor pokok wajib pajak pemungut pajak," bunyi Pasal 221 ayat (3) PMK 81/2024, dikutip pada Kamis (15/5/2025).
Untuk diketahui, PPh Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh bendaharawan atau perusahaan tertentu, baik milik pemerintah ataupun swasta. Pajak ini dikenakan pada kegiatan impor, ekspor, atau usaha di bidang lain.
Berdasarkan PMK 81/2024, ada 8 pihak yang wajib memungut PPh Pasal 22. Pertama, bank devisa dan Ditjen Bea dan Cukai (DJBC). Kedua, instansi pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang, yang dilakukan dengan mekanisme uang persediaan atau mekanisme pembayaran langsung.
Ketiga, badan usaha tertentu seperti BUMN, anak usaha BUMN, serta badan usaha dan badan usaha milik negara (BUMN) yang merupakan hasil dari restrukturisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Keempat, industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi.
Kelima, agen tunggal pemegang merek, agen pemegang merek, dan importir umum kendaraan bermotor. Keenam, produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan pelumas.
Ketujuh, industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur.
Kedelapan, perusahaan yang melakukan pembelian komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral bukan logam, dari badan atau orang pribadi pemegang izin usaha pertambangan.
"Pemungut pajak ... wajib memungut dan membuat bukti pemungutan PPh Pasal 22," bunyi Pasal 223 ayat (1).
Selanjutnya, kode billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui sistem billing DJP atas suatu jenis pembayaran atau penyetoran pajak. Ini dibutuhkan bagi pemungut untuk membuat bukti pungut, dan melaporkannya di SPT.
Setelah itu, pemungut akan menyampaikan bukti pemungutan PPh Pasal 22 kepada wajib pajak yang dipungut alias rekanan. (dik)