Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pengusaha punya kewajiban untuk melaporkan usahanya agar dapat dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) apabila jumlah omzet usahanya sudah melampaui Rp4,8 miliar dalam tahun berjalan. Sesuai dengan PMK 164/2023, penyampaian permohonan PKP harus dilakukan paling lambat akhir tahun buku saat jumlah omzet melebihi batasan.
Kemudian, setelah dikukuhkan, PKP baru wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang mulai masa pajak pertama tahun buku berikutnya. Lantas bagaimana apabila seorang pengusaha terlambat mengajukan diri sebagai PKP?
Misalnya, omzet usaha seorang pengusaha sudah melampaui Rp4,8 miliar dalam tahun berjalan pada 2022. Namun, dirinya baru mengajukan permohonan PKP pada 2024. Apakah pengusaha wajib menerbitkan faktur pajak untuk transaksi 2022 hingga sebelum dikukuhkan sebagai PKP?
Hanya saja, pelaksanaan han dan kewajiban pemenuhan kewajiban penyerahan barang kena pajak (BKP) dan/atau jasa kena pajak (JKP) yang seharusnya dipungut PPN hingga sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP diatur dalam Pasal 65 dan Pasal 66 serta lampiran PMK 18/2021, kini diperbarui dalam PMK 81/2024.
Beleid tersebut mengatur bahwa pajak masukan atas perolehan BKP dan/atau JKP, impor BKP, serta pemanfaatan BKP tidak berwujud dan/atau pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, dapat dikreditkan oleh PKP.
Ketentuan tersebut berlaku untuk masa pajak sebelum tanggal pengukuhan PKP sebagaimana tercantum dalam surat pengukuhan PKP.
Pajak masukan dikreditkan dengan pajak keluaran yang seharusnya dipungut oleh PKP atas penyerahan BKP dan/atau JKP terhitung sejak pengusaha seharusnya dikukuhkan sebagai PKP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan sampai dengan sebelum pengusaha yang dimaksud dikukuhkan sebagai PKP.
Pajak masukan dihiting dengan menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan sebesar 80% dari pajak keluaran yang seharusnya dipungut.
Pedoman pengkreditan pajak masukan diberlakukan untuk masa pajak sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN, dan/atau penetapan kewajiban PPN sebelum pemeriksaan.
SPT masa PPN disampaikan oleh PKP sejak pengusaha seharusnya dikukuhkan sebagai PKP pada, pertama, masa pajak terakhir dalam tahun buku sebelum tahun buku saat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi pajak keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan.
Dan/atau, kedua, masa pajak terakhir sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP dalam tahun buku saat pengusaha dikukuhkan sebagai PKP, yang meliputi pajak keluaran atas penyerahan BKP dan/atau JKP sebelum pengusaha dikukuhkan sebagai PKP untuk periode tahun buku yang bersangkutan.
Pada Lampiran PMK 18/2021, DJP juga memberikan contoh kasus.
Misalnya, PT D dikukuhkan sebagai PKP pada 15 April 2020. Periode tahun buku PT D adalah Januari sampai dengan Desember.
Diketahui bahwa ternyata PT D seharusnya wajib melaporkan usahanya untuk dapat dikukuhkan sebagai PKP pada Masa Pajak Agustus 2018.
PT D dapat mengkreditkan Pajak Masukan sebelum PT D dikukuhkan sebagai PKP dengan menggunakan pedoman pengkreditan pajak masukan sebesar 80% dari pajak keluaran yang seharusnya dipungut sejak masa pajak Agustus 2018.
Petunjuk pengisian kolom Masa Pajak dalam SPT Masa PPN PT D, yakni sebagai berikut:
Catatannya, penyerahan BKP dan/atau JKP yang dilakukan pada 1-14 April 2020 dilaporkan pada Masa Pajak Maret 2020.