Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Target penerimaan pajak yang dipatok untuk tahun ini tampaknya tak mudah digapai. Pemerintah mengakui sulit mengejar target penerimaan pajak di tengah lesunya perekonomian domestik dan global. Topik tersebut menjadi salah satu sorotan media nasional pada hari ini, Kamis (14/11/2024).
Kementerian Keuangan mencatat, hingga 31 Oktober 2024, penerimaan pajak baru mencapai Rp1.517,53 triliun atau 76,3% dari target awal, Rp1.988,9 triliun. Realisasi penerimaan pajak itu turun 0,4% dari periode yang sama tahun lalu.
"Kami telah sampaikan ke Komisi XI, tahun ini memang tahun yang berat dengan pertumbuhan pajak negatif karena harga-harga dari CPO dan batu bara mengalami penurunan," ungkap Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat kerja di Komisi XI DPR.
Sri Mulyani mengatakan penerimaan pajak sejauh ini memang belum sekuat pada periode yang sama tahun lalu. Menurutnya, kondisi ini antara lain dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa komoditas unggulan Indonesia, terutama minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan batu bara.
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan Kemenkeu terus memantau kinerja penerimaan pajak ini secara bulanan. Walaupun belum sekuat tahun lalu, penerimaan pajak telah menunjukkan perbaikan dalam 4 bulan terakhir.
Dia berharap penerimaan pajak terus membaik dalam 2 bulan mendatang seiring dengan penguatan denyut ekonomi nasional pada akhir tahun.
"Nanti kami akan pantau, memastikan proyeksi sampai akhir tahun itu minimal mendekati target di APBN," ujarnya.
Selain kabar mengenai tantangan pemerintah dalam mengejar target penerimaan pajak, ada pula bahasan mengenai aturan terbaru tentang penelitian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, perlunya wajib pajak memenuhi kewajiban pajaknya secara terpusat, hingga klaim pemerintah tentang deposit pajak yang dianggap mempermudah wajib pajak.
Dengan berbagai tantangan ekonomi dalam mencapai target penerimaan pajak, pemerintah mulai mengoptimalkan seluruh sumber penerimaan negara. Salah satu yang jadi sasaran adalah penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Hal tersebut dimatangkan dengan pembentukan direktorat baru yang khusus menangani PNBP di bawah Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan.
Sri Mulyani juga mengungkapkan pemerintah akan mengoptimalkan penerimaan dari sektor yang selama ini belum tersentuh, mulai dari underground economy, aktivitas ilegal, maupun shadow economy. Menurutnya, instruksi untuk mengoptimalkan penerimaan dari shadow economy bahkan disampaikan langsung oleh Presiden Prabowo Subianto. (DDTCNews, Kontan, Harian Kompas)
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 81/2024 memerinci ketentuan penelitian atas SPT Tahunan yang disampaikan oleh wajib pajak. Ketika SPT Tahunan disampaikan secara elektronik dan kriteria-kriteria yang diteliti sudah terpenuhi, DJP akan menerbitkan bukti penerimaan SPT.
Perlu diketahui, penelitian SPT adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai kelengkapan pengisian SPT dan lampirannya, termasuk penilaian atas kebenaran penulisan dan penghitungan. Setidaknya ada 5 aspek dalam SPT Tahunan yang diteliti oleh DJP.
"Atas penyampaian SPT secara elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 168 ayat (1) huruf a yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183, diberikan bukti penerimaan SPT," bunyi Pasal 184 PMK 81/2024. (DDTCNews)
PMK 81/2024 memungkinkan DJP untuk memberikan nomor identitas perpajakan kepada orang pribadi atau badan yang belum memenuhi persyaratan untuk harus ber-NPWP.
Berdasarkan PMK 81/2024, nomor identitas perpajakan tersebut diberikan dalam bentuk NPWP untuk kepentingan administrasi perpajakan. Wajib pajak harus mendaftarkan diri ke KPP apabila wajib pajak bersangkutan sudah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif.
"Dirjen pajak secara jabatan dapat memberikan nomor identitas perpajakan dalam bentuk NPWP ... untuk memberikan kemudahan dalam administrasi perpajakan," bunyi Pasal 59 huruf b PMK 81/2024. (DDTCNews)
PMK 81/2024 mewajibkan wajib pajak untuk melaksanakan hak dan memenuhi kewajiban pajak secara terpusat.
Kewajiban tersebut berlaku mulai tahun depan, sesuai dengan saat berlakunya PMK 81/2024 dan implementasi coretax administration system.
"Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan atas 1 atau lebih tempat kegiatan usaha sejak masa pajak Januari 2025 dan tahun pajak 2025 untuk jenis pajak PBB dilakukan secara terpusat menggunakan NPWP yang terdaftar sesuai dengan tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak," bunyi Pasal 464 PMK 81/2024. (DDTCNews)
DJP menyatakan fitur deposit pajak pada coretax administration system akan membuat transaksi pajak semudah berbelanja online.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan pengembangan deposit pajak terinspirasi dari fitur serupa yang ada di berbagai marketplace. Dengan mengadopsi fitur tersebut, wajib pajak diharapkan lebih mudah dalam melakukan pembayaran dan penyetoran pajak.
"Ini sebenarnya mengadopsi teknologi sekarang, kalau kita belanja di merchant-merchant kan kita taruh di deposit, ada saldonya. Sekarang bayar pajak juga bisa begitu," katanya dalam sebuah talk show. (DDTCNews) (sap)