Logo OECD.
JAKARTA, DDTCNews - Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menerbitkan accession roadmap atau peta jalan aksesi yang perlu dipenuhi Indonesia untuk menjadi anggota.
Dalam roadmap tersebut termuat beragam core principle yang perlu diadopsi oleh Indonesia. Roadmap disusun dalam rangka membantu Indonesia memenuhi standar dan best practice yang berlaku di OECD.
"Tujuan dari proses aksesi ini adalah untuk mencapai konvergensi antara Indonesia dan standar serta kebijakan OECD. Sepanjang proses aksesi, OECD akan bekerja sama dengan Indonesia untuk mendukung penerapan reformasi jangka panjang yang selaras dengan standar, kebijakan, dan best practice OECD," tulis OECD dalam Roadmap for the OECD Accession Process of Indonesia, dikutip Kamis (25/4/2024).
Sepanjang proses aksesi, Indonesia bakal berkoordinasi dengan puluhan komite di OECD dalam rangka menyesuaikan kebijakan yang berlaku di Indonesia dengan core principle yang dijabarkan dalam roadmap.
Setiap komite akan menentukan daftar perubahan regulasi dan reformasi yang harus diadopsi. Bila komite menyatakan ketentuan yang berlaku di Indonesia sudah sesuai dengan instrumen hukum dan best practice di OECD, komite akan menerbitkan opini ke OECD Council.
Terkait dengan perpajakan, Indonesia bakal berkoordinasi dengan Committee on Fiscal Affairs (CFA). Core principle terkait dengan perpajakan telah dijabarkan dalam roadmap dan perlu diadopsi guna mendukung proses aksesi Indonesia ke dalam OECD.
Core principle terkait perpajakan yang termuat dalam roadmap antara lain, pertama, anggota OECD perlu berkomitmen untuk mengeliminasi pemajakan berganda tanpa menciptakan peluang double non-taxation sejalan dengan OECD Model Tax Convention.
Kedua, anggota OECD harus berkomitmen untuk menyediakan data perpajakan yang diperlukan untuk mendukung penyusunan laporan-laporan perpajakan oleh CFA. Anggota OECD juga harus berkontribusi aktif dalam melakukan analisis atas kebijakan pajak demi terciptanya perekonomian yang inklusif dan tumbuh secara berkelanjutan.
Ketiga, anggota OECD harus berkomitmen untuk mengeliminasi pemajakan berganda dengan cara memastikan melalui penerapan arm's length principle sebagaimana dijabarkan dalam OECD Transfer Pricing Guidelines.
Keempat, anggota OECD harus mengatasi base erosion and profit shifting (BEPS) sejalan dengan rencana aksi BEPS dan solusi 2 pilar yang sedang dirumuskan oleh Inclusive Framework.
Kelima, anggota OECD harus mempertukarkan informasi perpajakan secara efektif sejalan dengan standar exchange of information on request (EOIR) dan automatic exchange of financial account information in tax matters (AEOI).
Keenam, anggota OECD harus mereduksi ketidakpastian dan risiko pemajakan berganda ketika menerapkan ketentuan PPN atas transaksi lintas yurisdiksi sejalan dengan International VAT/GST Guidelines yang dirilis OECD.
Ketujuh, anggota OECD harus memerangi tindak pidana pajak sejalan dengan Principles in Fighting Tax Crime: The Ten Global
Principles.
Kedelapan, anggota OECD harus memberikan data yang diperlukan untuk mendukung penyusunan International Survey on Revenue Administration (ISORA). (sap)