Analis Senior Direktorat Pengaturan dan Standar Akuntansi Pasar Modal OJK Junaidi Cerdas Tarigan.
JAKARTA, DDTCNews - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berpandangan tarif pajak karbon yang diterapkan pemerintah bakal memberikan dampak terhadap harga unit karbon yang diperdagangkan di bursa.
Analis Senior Direktorat Pengaturan dan Standar Akuntansi Pasar Modal OJK Junaidi Cerdas Tarigan mengatakan makin tinggi tarif pajak karbon yang ditetapkan oleh yurisdiksi, makin tinggi pula harga unit karbon di yurisdiksi tersebut.
"Tingkat pajak yang lebih tinggi akan berpengaruh positif terhadap harga karbon," ujar Junaidi, dikutip Jumat (3/11/2023).
Merujuk pada UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), tarif pajak karbon adalah lebih tinggi atau setara dengan harga karbon di pasar karbon per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Namun, bila harga karbon di pasar ternyata lebih rendah dari Rp30 per kilogram CO2e, tarif pajak karbon yang dikenakan adalah senilai Rp30 per kilogram CO2e. Dengan demikian, tarif pajak karbon di Indonesia adalah Rp30 per kilogram CO2e atau lebih tinggi.
"Kalau misal hari ini harga unit karbon di bursa sekitar Rp69.800, mungkin harga [pajak karbon] adalah Rp69.800 atau lebih tinggi. Ini implementasinya full kewenangan dari Kemenkeu sebagai yang membidangi bidang keuangan di Komite Pengarah Nilai Ekonomi Karbon," ujar Junaidi.
Penetapan dan perubahan tarif pajak karbon sekaligus dasar pengenaan pajak karbon bakal diatur oleh menteri keuangan setelah berkonsultasi dengan DPR. Adapun objek pajak karbon ditambahkan berdasarkan PP setelah pemerintah membahasnya bersama DPR saat menyusun RAPBN.
UU HPP sesungguhnya telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk mulai memberlakukan pajak karbon sejak 1 April 2022. Namun, regulasi yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan pajak karbon tak kunjung terbit hingga hari ini.
Menurut pemerintah, pajak karbon baru akan diberlakukan setelah pemerintah selesai menyusun PP tentang Peta Jalan Pajak Karbon. (sap)