BERITA PAJAK SEPEKAN

DJBC Susun Skema Penagihan Denda Eksportir yang Langgar Aturan SDA

Redaksi DDTCNews
Sabtu, 19 Agustus 2023 | 10.14 WIB
DJBC Susun Skema Penagihan Denda Eksportir yang Langgar Aturan SDA

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) berencana melibatkan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) dalam menagih sanksi denda atas pelangaran ketentuan devisa hasil ekspor (DHE) sumber daya alam (SDA) berdasarkan PP 1/2019. 

Topik tentang ketentuan tersebut menjadi perbincangan hangat masyarakat pajak dalam sepekan terakhir. 

Kepala Subdirektorat Ekspor DJBC Pantjoro Agoeng mengatakan sanksi denda atas pelanggaran ketentuan DHE SDA berdasarkan PP 1/2019 mencapai Rp56 miliar. Dari angka tersebut, senilai Rp32 miliar belum dibayar.

"Sudah ada tagihannya yang memang harus diselesaikan. Bahkan mekanisme kami, kalau dia dalam jangka waktu tertentu tidak menyampaikan, pasti akan segera ditindaklanjuti oleh KPKNL," katanya.

Pantjoro menuturkan PP 1/2019 mewajibkan eksportir SDA menempatkan DHE yang diperoleh di dalam negeri. Untuk eksportir yang tidak memenuhi ketentuan tersebut, pengenaan sanksi denda dan penundaan pelayanan kepabeanan diatur dalam PMK 98/2019 j.o PMK 135/2021.

Eksportir yang menurut penilaian Bank Indonesia (BI) tidak menempatkan DHE di rekening khusus akan dikenakan denda sebesar 0,5% dari DHE yang belum ditempatkan.

Jika eksportir menggunakan DHE SDA di luar ketentuan penggunaan maka dikenakan denda 0,25% dari DHE SDA yang digunakan di luar ketentuan.

Bagaimana alur waktu pengenaan sanksi denda pelanggaran DHE SDA ini? Simak artikel lengkapnya 'Tagih Denda Eksportir yang Langgar Aturan DHE, DJBC Libatkan KPKNL'.

Selain berita tentang ketentuan penempatan DHE SDA di atas, ada sejumlah topik pemberitaan menarik lainnya. Di antaranya, update tentang ketentuan pemajakan atas natura, niatan pemerintah mengenakan pajak atas pencemaran lingkungan, hingga kabar terbaru postur RAPBN 2024 yang disampaikan Presiden Jokowi. 

Berikut adalah ulasan artikel perpajakan selengkapnya. 

1. PPh Pasal 21 Natura Dipotong seperti Gaji atau Bonus? Ini Kata DJP

Pemotongan PPh Pasal 21 atas imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan yang diterima oleh pegawai dilakukan sejalan dengan jenis penghasilannya.

Contoh, apabila natura dan kenikmatan yang diberikan sebagai gaji maka PPh Pasal 21 atas natura dan kenikmatan tersebut dipotong layaknya gaji. Bila natura dan kenikmatan diberikan sebagai bonus, pemotongan PPh Pasal 21 dilakukan layaknya atas bonus.

"Bonus dalam bentuk natura itu bisa dipersamakan dengan bonus dalam bentuk uang. Jadi, tidak ada bedanya. Untuk treatment-nya di PPh Pasal 21 dia tergantung pada jenis penghasilannya, teratur atau tidak teratur," kata Pelaksana Seksi Peraturan PPh Orang Pribadi DJP Okky Cahyono Wibowo.

2. Ada Kewajiban Penempatan DHE SDA, BI-DJBC Tingkatkan Sistem Pengawasan

Bank Indonesia (BI) dan DJBC mengintegrasikan sistem untuk mengimplementasikan PP 36/2023 yang mewajibkan penempatan DHE SDA di dalam negeri.

Direktur Departemen Statistik BI Riza Tyas Utami mengatakan saat ini BI telah memiliki sistem untuk memantau kegiatan lalu lintas devisa. Menurutnya, sistem yang ada dapat dikembangkan dan diintegrasikan sehingga tidak perlu membangun sistem baru.

"Ini yang kita sebut integrasi tanpa membangun kembali," katanya.

3. Kendalikan Polusi, Pemerintah Siapkan Pajak Pencemaran Lingkungan

Pemerintah tengah menyiapkan kebijakan pajak pencemaran lingkungan sebagai salah satu solusi pengendalian polusi.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah memerintahkan jajarannya untuk menangani persoalan polusi yang terjadi di perkotaan, terutama Jakarta. Siti menyebutkan pengenaan pajak pencemaran lingkungan juga sejalan dengan Pasal 206 PP 22/2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

"Sudah disiapkan secara teknis pengenaan pajak pencemaran lingkungan," katanya.

4. Jokowi Sampaikan RAPBN 2024 kepada DPR, Begini Posturnya

Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi menyampaikan RUU APBN 2023 beserta nota keuangannya kepada DPR.

Jokowi mengatakan APBN 2024 didesain untuk menjawab tantangan saat ini sekaligus di masa yang akan datang. Kebijakan APBN 2024 pun diarahkan untuk mempercepat transformasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

"Untuk mendukung transformasi ekonomi, dan agenda pembangunan serta melindungi masyarakat dari goncangan, postur APBN 2024 harus tetap sehat," katanya dalam pidato Pengantar RAPBN 2023 beserta Nota Keuangannya.

5. Rasio Perpajakan Ditargetkan 10,1 Persen PDB pada 2024

Pemerintah menargetkan rasio perpajakan atau tax ratio pada 2024 akan sebesar 10,1% dari PDB.

Dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2024 menyebut penerimaan perpajakan diharapkan dapat terus meningkat sejalan dengan berbagai langkah optimalisasi yang dilaksanakan. Salah satunya, melalui implementasi UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

"Efektivitas pelaksanaan UU HPP diharapkan akan meningkatkan rasio perpajakan," bunyi dokumen tersebut. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.