Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggraeni saat memberikan paparan dalam Tax Update yang digelar oleh TERC LPEM FEB UI, Selasa (11/7/2023).
JAKARTA, DDTCNews - Dengan berlakunya natura dan kenikmatan sebagai objek PPh melalui PP 55/2022 dan PMK 66/2023, ketentuan pembebanan sebesar 50% untuk biaya telepon seluler, pulsa, dan kendaraan pada Keputusan Dirjen Pajak No. KEP-220/PJ/2002 menjadi tidak berlaku.
Fungsional Penyuluh Pajak Ahli Madya DJP Dian Anggraeni mengatakan PMK 66/2023 memang tidak mencabut KEP-220/PJ/2022. Namun, ketentuan dalam kepdirjen tersebut sudah tidak sejalan dengan aturan yang lebih tinggi, baik PMK, PP, maupun undang-undang.
"Walaupun PMK 66/2023 tidak mencabut, tetapi secara implisit dalam aturannya dan secara filosofis ini sudah mencabut," katanya dalam Tax Update yang digelar oleh TERC LPEM FEB UI, Selasa (11/7/2023).
Sesuai dengan Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh s.t.d.t.d UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), biaya imbalan yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk menentukan penghasilan kena pajak.
"Dengan PMK 66/2023, deductibility-nya tetap 100%. Bahkan sejak 2022 semua bisa dibebankan jika memang itu pengeluaran natura dan kenikmatan sepanjang berkaitan dengan biaya 3M. Kita sudah tidak bicara lagi yang 50%," tutur Dian.
Untuk diketahui, KEP-220/PJ/2002 diterbitkan guna memberikan kepastian hukum atas pembiayaan telepon seluler, pulsa, dan kendaraan perusahaan. Kala itu, natura dan kenikmatan masih dikecualikan dari objek PPh dan tidak dapat dibiayakan oleh pihak pemberi.
Dalam kepdirjen tersebut, biaya perolehan telepon seluler dan pengisian pulsa untuk pegawai hanya dapat dibiayakan sebesar 50% dari total biaya perolehan telepon seluler atau biaya pengisian pulsa.
Adapun biaya perolehan atau perbaikan kendaraan sedan dan sejenisnya yang dimiliki perusahaan untuk pegawai tertentu dapat dibiayakan sebesar 50% dari total biaya. (rig)