Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Sejumlah opsi yang muncul terkait pemajakan ekonomi digital dalam proposal OECD dinilai menguntungkan negara yang memiliki pasar cukup besar seperti Indonesia. Topik tersebut menjadi bahasan beberapa media nasional pada hari ini, Jumat (3/5/2019).
Dalam peluncuran Indonesia Taxation Quarterly Report (Q1-2019) bertajuk ‘Tax and Digital Economy: Threats and Opportunities’, Partner DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan OECD telah mengeluarkan Policy Note yang mencakup proposal pemajakan ekonomi digital.
Dalam proposal tersebut, OECD menyebut dua pilar utama terkait pemajakan ekonomi digital. Pertama, pengaturan alokasi pemajakan secara lebih adil dengan memperluas hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar. Kedua, ketersediaan global anti-base erosion rule.
“Perluasan hak pemajakan bagi yurisdiksi pasar dilakukan melalui tiga alternatif pendekatan yakni user participation, marketing intangibles, dan sufficient economic presence,” ujarnya.
Bawono mengatakan pada prinsipnya tiga alternatif pendekatan dalam pilar pertama menguntungkan negara seperti Indonesia. Namun, setiap pendekatan tersebut memiliki tingkat kesulitan yang berbeda-beda untuk mencapai kesepakatan di tingkat global.
Selain itu, beberapa media nasional juga menyoroti langkah Ditjen Pajak (DJP) yang bekerja sama dengan pemerintah daerah (pemda) di Provinsi Riau untuk mengoptimalkan penerimaan pajak. Otoritas akan fokus pada setoran perusahaan sawit yang banyak beroperasi ilegal di Riau.
Berikut ulasan berita selengkapnya.
Pendekatan user participation sendiri menekankan penetapan keberadaan suatu entitas digital di suatu negara didasarkan pada ada tidaknya atau seberapa besar pengguna dari produk digital di suatu yurisdiksi.
Sementara, pendekatan marketing intangibles menekankan keberadaan entitas digital berdasarkan beberapa faktor merek dan keberadaan pengolahan data dari user. Selanjutnya, sufficient economic presense diukur dari dampak entitas tersebut ke ekonomi di satu yurisdiksi pajak.
“Paling mudah dan menguntungkan untuk diterapkan di Indonesia ya pendekatan user participation,” kata B. Bawono Kristiaji.
Kendati lebih mudah dan menguntungkan bagi Indonesia, Bawono mengatakan pendekatan user participation kemungkinan besar akan mendapatkan perlawanan dari negara lain yang selama ini menjadi basis dari raksasa digital. Dia melihat ada kecenderungan kesepakatan mengarah pada marketing intangibles.
“User participation ini tampaknya akan ditentang oleh negara-negara domisilinya raksasa-raksasa teknologi,” katanya sambil mengatakan bahwa OECD masih berusaha mencapai konsensus pada 2020.
Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan melalui kerja sama dengan pemerintah daerah, DJP akan bertukar informasi untuk mendukung pengumpulan pajak, baik untuk pemerintah pusat maupun daerah.
“Misalnya pemda memungut pajak restoran. Dari pertukaran data itu, kami bisa cocokkan dan kemudian melihat potensi yang masih ada sehingga bisa meningkatkan penerimaan pajak wilayah tersebut,” katanya.
Negara-negara Asean bersama China, Jepang, dan Korea (Asean+3) berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di tengah perlambatan ekonomi global. Dalam pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Asean+3 di Nadi, Fiji, mereka kembali menegaskan kesepakatan mendorong konsumsi dan perdagangan di kawasan.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Onny Widjanarko memaparkan akan diaktifkannya Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) dan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) untuk menjaga indeks harga konsumen (IHK) pada momentum Ramadan dan Idul Fitri. (kaw)