BANK INDONESIA

Suku Bunga Acuan Naik Jadi 5,50%

Redaksi DDTCNews
Kamis, 16 Agustus 2018 | 11.47 WIB
Suku Bunga Acuan Naik Jadi 5,50%

Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews - Mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan mengendalikan defisit transaksi berjalan/current account deficit jadi dua alasan utama bank sentral kembali menaikkan suku bunga acuan. 

Gubernur Bank Indonesia (BI) menyampaikan hal tersebut pasca Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 14-15 Agustus 2018. Kedua alasan itu merupakan respons kebijakan atas dinamika eksternal dan internal yang tengah berkembang saat ini.

"Kebijakan menaikkan suku bunga ini adalah untuk pertahankan daya tarik pasar keuangan domestik dan kendalikan Current Account Deficit (CAD) dalam batas yang aman. Ke depan BI terus cermati perkembangan dan prospek ekonomi untuk jaga stabilitas sistem ekonomi dan keuangan," katanya di Kantor BI, Rabu (15/8).

Adapun hasil dari RDG Bank Indonesia (BI) ialah menaikkan suku bunga acuan BI 7-days Reverse Repo Rate (BI 7DDR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,50%. Kenaikan juga diikuti suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,75% dan suku bunga Lending Facility juga sebesar 25 bps menjadi 6,25%. 

Dari sisi menjaga daya tarik pasar keuangan domestik, langkah menaikkan suku bunga ini tidak lepas dari meningkatnya ketidakpastian ekonomi global. Mulai dari kebijakan kebijakan bank sentral AS, The Fed yang masih membuka opsi menaikkan suku bunga hingga gejolak ekonomi yang menghantam Turki.

"The Fed diperkirakan tetap melanjutkan rencana kenaikan Fed Fund Rate secara gradual. Ketidakpastian ekonomi juga semakin tinggi dengan munculnya sentimen negatif dari gejolak ekonomi Turki," terang Perry.

Sementara itu, dari sisi domestik arah kebijakan ialah untuk mengendalikan defisit neraca transaksi berjalan dalam batas aman, yakni 3% dari produk domestik bruto (PDB). Hingga semester I, adanya kecenderungan data CAD Indonesia yang melebar. Seperti pada kuartal I data CAD, sebesar US$ 5,7 miliar atau 2,2% dari PDB. Kemudian melebar pada kuartal II menjadi US$8 miliar atau 3% dari PDB.

Oleh karena itu, bauran kebijakan moneter dan fiskal terus dilakukan baik oleh BI maupun pemerintah untuk menekan defisit transaksi berjalan. Salah satunya dengan rencana pengendalian impor dan mendorong sektor pariwisata untuk menarik masuk devisa secara cepat.

"BI apresiasi langkah pemerintah untuk tekan defisit transaksi pengendalian dari sisi permintaan dan didukung langkah pemerintah untuk dorong pariwisata dan penundaan impor," tandas Perry. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.