PAJAK DIGITAL

Pajaki Raksasa Ekonomi Digital, Indonesia Perlu Aksi Unilateral

Redaksi DDTCNews
Senin, 26 Maret 2018 | 10.30 WIB
Pajaki Raksasa Ekonomi Digital, Indonesia Perlu Aksi Unilateral

JAKARTA, DDTCNews – Interim Report OECD/G20 baru saja rilis pada pertengahan Maret ini dan masih harus menunggu 2020 untuk menjawab tantangan pemajakan raksasa ekonomi digital. Waktu yang dirasa terlalu lama untuk berdiam diri tanpa melakukan tindakan dalam pemajakan raksasa digital seperti Google dan Facebook.

Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI-P Andreas Susetyo mangatakan Indonesia perlu mempertimbangkan aksi unilateral selama konsensus global belum terbentuk. Hal ini untuk memastikan perusahaan raksasa multinasional yang bergerak di ranah digital membayar pajak dengan benar.

"Enggak perlu nunggu sampai 2020 toh sebenarnya di banyak negara seperti Inggris melakukan dengan pendekatannya itu, unilateral action. Google juga sekarang sudah bayar pajak ke kita, yang perlu dilihat sekarang adalah proporsi pembayarannya seperti apa," katanya, Jumat (23/3).

Aksi unilateral dalam pemajakan pelaku ekonomi digital ini tidak lain untuk memastikan penerimaan pajak dari segmen bisnis ini dapat optimal. Belum adanya konsensus global terkait hal ini bukan berarti Indonesia harus tinggal diam dan menunggu hingga final report terkait pamajakan ekonomi digital dirilis oleh OECD.

"Jadi sambil menunggu konsensus global, kita keluarkan peraturan sendiri dulu. Kita bisa menerapkan dulu tanpa menunggu itu. Kita dorong Ditjen Pajak segera lakukan peraturan itu," paparnya. 

Namun, dia tidak menampik pentingnya konsensus global dalam menghadapi tantangan ekonomi digital yang sifatnya lintas negara/yurisdiksi. Pasalnya, praktik penghindaran pajak sudah pada tahap yang serius dan menggerus penerimaan negara dari sektor pajak.

"Kalau sudah ada kesepakatan internasional maka kemudian perusahaan perusahaan tersebut tidak dengan mudah melakukan penghindaran pajak. Sehingga mereka tidak mudah lari ke tempat lain yang tarif pajaknya lebih rendah," terang Andreas.

Menurutnya, problem pemajakan korporasi raksasa digital (Over The Top/OTT) tidak hanya berlangsung di Indonesia. Fenomena ini terjadi dalam skala global sehingga penting adanya aturan main yang belaku di seluruh negara terkait pemajakan raksasa ekonomi digital.

"Kita lihat OTT itu pemajakanya bukan hanya jadi masalah di Indonesia saja, tapi di seluruh negara di dunia. Sehingga sangat penting buat G20 itu membuat suatu kerangka suatu kebijakan yang kemudian itu berlaku di seluruh dunia di mana perusahaan OTT tersebut beroperasi," tutupnya. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.