Ilustrasi.
NEW DELHI, DDTCNews - Mayoritas pelaku jual beli cryptocurrency di India ternyata melakukan perdagangan aset kripto lewat bursa yang terdaftar di luar negeri guna menghindari pengenaan pajak yang tinggi dari otoritas pajak.
Berdasarkan laporan Esya Center, pemberlakukan tarif pajak sebesar 30% atas laba transaksi aset kripto yang berlaku sejak April 2022 membuat transaksi senilai US$3,85 miliar beralih dari dalam negeri ke luar negeri.
"Pemberlakuan tarif pajak yang tinggi telah menekan daya saing ekosistem aset kripto di India," tulis Esya Center dalam laporannya, dikutip pada Minggu (8/1/2023).
Selain memberlakukan pajak sebesar 30% atas capital gains dari transaksi aset kripto, setiap transaksi jual beli aset kripto juga dikenai pajak sebesar 1% (tax deducted at source/TDS). TDS telah berlaku sejak Juli 2022.
Bila para trader terus mengalihkan transaksinya dari bursa yang terdaftar di India ke bursa yang terdaftar di luar negeri, basis pemajakan atas transaksi aset kripto di India diperkirakan akan terus tergerus.
Menurut Esya Center, transaksi aset kripto yang dilakukan melalui bursa luar negeri diperkirakan mencapai US41,2 triliun dalam 4 tahun apabila kebijakan pajak ini dipertahankan oleh pemerintah India.
"Kebijakan pemerintah India telah berdampak negatif terhadap penerimaan pajak dan traceability dari transaksi aset kripto," sebut Esya Center seperti dilansir coindesk.com.
Esya Center merekomendasikan pemerintah untuk menurunkan tarif TDS dari 1% menjadi tinggal sebesar 0,1%. Dengan penurunan tarif ini, transaksi aset kripto akan mendapatkan perlakuan pajak yang sama dengan transaksi aset keuangan konvensional.
Terkait dengan pajak atas capital gains, Esya Center juga merekomendasikan kepada pemerintah India untuk mengubah strukturnya dari yang saat ini sebesar 30% menjadi progresif. (rig)