Ilustrasi.
HANOI, DDTCNews – Perdagangan melalui e-commerce di Vietnam terus bertumbuh semenjak pandemi Covid-19. Namun, capaian ini tidak sejalan dengan penerimaan pajak yang didapat oleh otoritas setempat.
Nguyen Thi Lan Anh, Direktur Administrasi Perpajakan Departemen Usaha Kecil Menengah dan Usaha Perorangan mengatakan pihaknya masih kewalahan memungut pajak pelapak e-commerce. Tantangan ini makin besar untuk pedagang yang berada di luar wilayah yurisdiksi.
“Mengenai e-commerce lintas batas, pembayar pajak biasanya gagal membuat pendaftaran bisnis atau tidak memiliki lokasi bisnis yang tetap,” kata Anh dikutip. Senin (7/2).
Tidak hanya itu, Anh membeberkan perusahaan digital asing kerap menolak membayar pajak dengan alasan tidak memiliki lokasi bisnis di Vietnam.
Untuk itu, otoritas Vietnam berkomitmen untuk meningkatkan teknologi dalam pengumpulan pajak, seperti Big Data, IOT, dan AI. Tujuannya guna mengumpulkan informasi tentang seluruh pelapak baik perusahaan dan perorangan dengan lebih baik.
“Sehingga mencegah penghindaran pajak di platform online,” ujar Anh.
Adapun otoritas pajak Hanoi mengatakan pada tahun lalu realisasi penerimaan pajak dari perusahaan dan perorangan dalam lingkup e-commerce mencapai VND 14 triliun.
Dari angka tersebut, Anh melaporkan bahwa ada sekitar 14 raksasa teknologi asing dan 8 situs web e-commerce lintas batas di Vietnam yang telah berhasil memenuhi kewajiban perpajakan hingga tahun lalu.
Sejak 2018 hingga akhir Oktober 2021, realisasi penerimaan pajak dari 23 perusahaan digital asing tersebut mencapai VND4,263 miliar. Kontributor terbesar berasal dari Facebook yang mencapai VND1,641 miliar, Google VND1,573 miliar, Microsoft VND560,67 juta.
“Namun jumlah pajak seperti itu kecil mengingat skala yang besar industri e-commerce di Vietnam. Angka kecil seperti itu tidak mencerminkan ukuran sebenarnya dari bisnis di platform online, menunjukkan ada perusahaan dan individu yang terlibat dalam penghindaran pajak,” kata Anh. (sap)