Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah Filipina menyatakan komitmennya untuk memperbaiki sistem pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) agar makin efisien.
Menteri Keuangan Benjamin Diokno mengatakan International Monetary Fund (IMF) Tax Reform Database menempatkan Filipina sebagai negara dengan rasio efisiensi PPN terendah di Asean sepanjang 2016 hingga 2020, yakni sebesar 0,40. Di sisi lain, tarif PPN di negara tersebut menjadi yang tertinggi di kawasan sebesar 12%.
"Filipina memiliki tarif PPN tertinggi dibandingkan dengan negara lain di belahan dunia ini, tetapi pemungutannya adalah yang paling tidak efisien," katanya, dikutip pada Sabtu (3/6/2023).
Diokno mengatakan pemerintah rata-rata mengumpulkan PPN senilai PHP723 miliar atau sekitar Rp192,11 triliun setiap tahun pada 2016 hingga 2020. Angka ini hanya sebesar 40% dari potensi.
Di Indonesia, tingkat efisiensi PPN adalah sebesar 0,50, dengan tarif PPN 11%. Kemudian Singapura, memiliki tingkat efisiensi 0,71 sedangkan tarif PPN-nya hanya 8%.
Sementara Vietnam, memiliki tingkat efisiensi 0,70 dan tarif PPN 8%, dan Thailand memiliki tingkat efisiensi 0,79 dan tarif PPN 7%.
Diokno lantas mengutip studi World Bank pada 2018 yang mengungkapkan sistem pajak Filipina 'terganggu'Â dengan pemberian fasilitas pengecualian di luar UU Pajak. Sebelum reformasi pajak, Filipina memiliki 56 kebijakan pengecualian dan tambahan 84 pengecualian berdasarkan undang-undang khusus.
"Kami berbicara dengan IMF dan meminta mereka melakukan studi agar kami dapat memperluas basis pajak, yang berarti mungkin nanti bisa saja ditemukan area untuk mengurangi pengecualian tersebut," ujarnya.
Meski masih berpredikat buruk, Diokno menilai Filipina telah berupaya memperbaiki sistem pajak yang berlaku. Misalnya pada era pemerintahan Rodrigo Duterte, dilaksanakan serangkaian reformasi kebijakan agar lebih ideal dan kompetitif, termasuk memotong tarif pajak penghasilan (PPh) bagi pekerja dan rasionalisasi ketentuan PPh badan.
Sebelum disahkannya UU Pemulihan dan Insentif Pajak untuk Perusahaan (Corporate Recovery and Tax Incentives for Enterprises/CREATE), ada perusahaan yang menikmati pembebasan pajak seumur hidup.
Menurutnya, pemerintah juga akan mengkaji potensi perbaikan dalam kerangka fiskal jangka menengahnya.
"Jadi kami sedang mempelajarinya. Memang belum menjadi sistem yang sempurna sehingga kami akan mencari perbaikan, tetapi saat ini sistem pendapatan kami berjalan dengan baik," imbuhnya dilansir news.abs-cbn.com. (sap)