Pengunjung berdiskusi dengan vendor peserta pameran kebutuhan pernikahan di ICE BSD, Tangerang, Banten, Jumat (7/10/2022). ANTARA FOTO/Fauzan/foc.
PINRANG, DDTCNews - Bisnis wedding organizer (WO) kini mulai dilirik petugas pajak. Hal ini bukan tanpa alasan. Bisnis WO disebut mulai kembali kebanjiran order setelah sempat terpukul selama pandemi Covid-19. Karenanya, potensi perpajakan dari usaha ini perlu digali dan pengusahanya diberikan pendampingan.
Kepala KP2KP Pinrang, Sulawesi Selatan misalnya, mengutus 2 petugasnya untuk menyampangi alamat pengasaha wedding organizer di Kecamatan Paleteang. Kunjungan ini merupakan rangkaian kegiatan pengumpulan data lapangan (KPDL), termasuk untuk mengecek kondisi usaha.
"WO adalah bisnis yang menjanjikan setelah pandemi karena banyak acara tertunda saat pandemi. Hal ini membuat penggunaan jasa WO praktis makin laris saat ini," kata Kepala KP2KP Pinrang Akhmad Reiza Herbowo dilansir pajak.go.id, dikutip Senin (28/11/2022).
Akhmad menjelaskan, kedatangan petugas bertujuan menggali informasi mengenai kondisi usaha saat ini. Tak cuma itu, petugas juga mengingatkan terkait dengan peraturan perpajakan terbaru menyangkut pelaku UMKM.
"Dengan besarnya potensi yang dimiliki oleh WO, penting bagi kami untuk menghimpun informasi serta mengingatkan wajib pajak akan kewajibannya membayar pajak. Selain itu, KPDL ini juga merupakan sarana melakukan sosialisasi peraturan terbaru dan pelaporan SPT," tutur Nisba, salah satu petugas yang ikut turun ke lapangan.
Jumriah, pemilik usaha Namira Wedding Organizer, mengungkapkan bahwa dirinya sudah lama menjalankan bisnisnya dan rutin melakukan pembayaran pajak. Namun, dia mengaku tahun belum melakukan pembayaran pajak karena omzet usahanya belum menyentuh Rp500 juta.
"Menurut peraturan terbaru kan pembayaran pajak baru dilakukan bila telah mencapai batas omzet Rp500 juta. Doakan saja bisa mencapai Rp500 juta sehingga bisa ikut membayar pajak," kata Jumriah.
Pemerintah sendiri sudah memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM dalam menjalankan kewajiban pajaknya. Melalui PP 23/2018, UMKM dikenakan tarif PPh final hanya sebesar 0,5% dari peredaran bruto. Ketentuan PPh final 0,5% pada PP 23/2018 memiliki batas waktu atau grace period mengharuskan setiap UMKM harus siap bermigrasi ke rezim pajak umum yang menggunakan pembukuan.
Namun perlu dicatat juga, UMKM masih memiliki kewajiban untuk memotong pajak lain seperti PPh Pasal 21 jika memiliki pegawai, PPh Pasal 23 jika berbentuk badan, dan PPh Pasal 4 ayat (2) jika ditunjuk sebagai pemotong.
Pelaku UMKM, termasuk penyedia jasa wedding organizer, diimbau melakukan pencatatan. Ditjen Pajak (DJP) sendiri sudah menyediakan aplikasi M-Pajak bagi wajib pajak UMKM untuk melakukan pencatatan. (sap)