KAMUS PAJAK

Apa Itu Surat Keterangan PP 55 Tahun 2022?

Nora Galuh Candra Asmarani | Jumat, 19 Januari 2024 | 17:30 WIB
Apa Itu Surat Keterangan PP 55 Tahun 2022?

USAHA mikro kecil dan menengah (UMKM) merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap geliat perekonomian nasional. Tak hanya itu, kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja juga tidak kecil.

Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, terdapat 65,4 juta UMKM di Indonesia pada 2019. Menurut laman resmi Ditjen Perbendaharaan, jumlah UMKM yang mencapai 65,4 juta tersebut dapat menyerap sekitar 123.300 tenaga kerja.

Peranan UMKM yang krusial terhadap perekonomian nasional mendorong pemerintah untuk memberikan beragam fasilitas. Fasilitas tersebut di antaranya berupa penerapan pajak penghasilan (PPh) final dengan tarif 0,5% dalam jangka waktu tertentu.

Baca Juga:
Cara Ajukan SKB PPh Pasal 22 untuk Hunian Mewah di KEK Pariwisata

Ketentuan pengenaan tarif PPh Final bagi UMKM diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) 23/2018. Dalam perkembangannya, beleid tersebut dicabut dan digantikan dengan PP 55/2022. Pemerintah juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 164/2023.

Berdasarkan PP 55/2022 dan PMK 164/2023, wajib pajak UMKM harus memenuhi syarat dan ketentuan tertentu, salah satunya memiliki surat keterangan agar dapat menikmati fasilitas PPh final. Lantas, apa itu surat keterangan yang dimaksud dalam konteks PPh final UMKM?

Surat keterangan adalah surat yang menerangkan bahwa wajib pajak memenuhi kriteria sebagai wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sesuai dengan PP 55/2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan (Pasal 1 angka 10 PMK 164/2023).

Baca Juga:
Mengupas Tantangan Pajak Akibat Mobilitas Individu di Era Digital

Wajib pajak yang memiliki peredaran bruto atau omzet tertentu merupakan wajib pajak orang pribadi dan badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari usaha dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib pajak dengan omzet tertentu itu dikenakan PPh final dengan tarif 0,5% dalam jangka waktu tertentu. PPh final yang dikenakan terhadap wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu ini biasa dikenal sebagai PPh Final UMKM.

Nah, surat keterangan merupakan surat yang membuktikan bahwa wajib pajak memenuhi ketentuan peredaran bruto tertentu dan berhak atas tarif 0,5%. Adapun surat keterangan tersebut diterbitkan oleh kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat wajib pajak tersebut terdaftar.

Baca Juga:
Hingga Batas Akhir, Sebanyak 14,18 Juta WP Sudah Lapor SPT Tahunan

Untuk memperoleh surat keterangan, wajib pajak perlu mengajukan permohonan terlebih dahulu. Pengajuan permohonan surat keterangan dapat dilakukan secara langsung, melalui pos, perusahaan jasa ekspedisi, atau jasa kurir dengan bukti pengiriman, atau secara elektronik melalui DJP Online.

Wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu perlu mengantongi surat keterangan tersebut sebagai dasar pemotongan PPh final UMKM. Surat keterangan tersebut dibutuhkan terutama saat wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu bertransaksi dengan pemotong atau pemungut PPh.

Wajib pajak harus menyerahkan salinan surat keterangan apabila menjual atau memberikan jasa kepada pemotong atau pemungut PPh. Penyerahan salinan surat keterangan perlu dilakukan agar pemotong atau pemungut PPh bisa memotong atau memungut PPh final dengan tarif 0,5%.

Baca Juga:
Petugas Pajak Adakan Kunjungan, Cek Usaha Konsultasi Pembangunan Vila

Namun, pemotong atau pemungut PPh tidak melakukan pemotongan atau pemungutan PPh terhadap wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu atas transaksi impor atau pembelian barang yang dilakukan wajib pajak bersangkutan.

Penerapan ketentuan tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh atas transaksi impor dan pembelian barang itu dilakukan sepanjang wajib pajak dengan peredaran bruto tertentu menyerahkan salinan surat keterangan.

Selain itu, pemotong atau pemungut PPh juga tidak perlu melakukan pemotongan atau pemungutan PPh terhadap penjualan barang atau penyerahan jasa yang dilakukan wajib pajak orang pribadi dengan peredaran bruto atas penghasilan dari usaha yang tidak melebihi Rp500 juta.

Baca Juga:
Begini Penghitungan Angsuran PPh 25 Jika SPT Tahunan Telat Disampaikan

Agar tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan PPh, wajib pajak orang pribadi tersebut harus menyampaikan surat pernyataan kepada pemotong atau pemungut PPh. Simak PMK 164/2023 Berlaku, UMKM Perlu Tahu Beda Suket dan Surat Pernyataan.

Adapun surat keterangan berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan berakhirnya jangka waktu pemanfaatan skema PPh final UMKM.

Jangka waktu tersebut, yaitu 3 tahun pajak untuk wajib pajak badan PT; 4 tahun pajak untuk wajib pajak badan berbentuk CV, firma, koperasi, dan perseroan perorangan; dan 7 tahun untuk wajib pajak orang pribadi.

Baca Juga:
Pemprov DKI Nonaktifkan NIK, Apa Dampaknya ke Administrasi Pajak?

Namun, masa berlaku surat keterangan bisa berakhir lebih awal apabila wajib pajak memilih untuk dikenai PPh sesuai dengan ketentuan umum.

Selain itu, masa berlaku surat keterangan juga bisa berakhir lebih awal apabila wajib pajak sudah tidak memenuhi syarat untuk memanfaatkan skema PPh final UMKM. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
BERITA PILIHAN