Pekerja merapikan rokok Sigaret Tangan (SKT) di salah satu pabrik rokok di Kudus, Jawa Tengah, Kamis (12/12/2024). Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto menargetkan penerimaan cukai hasil tembakau pada 2025 sebesar Rp230,09 triliun atau turun sekitar Rp1,8 triliun bila dibandingkan target penerimaan cukai tembakau pada 2024 yakni sebesar Rp246,07 triliun. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/foc.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan bakal berkoordinasi dengan Ditjen Pajak (DJP) untuk merevisi PMK 63/2022.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Nirwala Dwi Heryanto mengatakan revisi PMK 63/2022 diperlukan untuk menyelaraskan ketentuan tarif PPN hasil tembakau dengan PMK 131/2024. Melalui revisi tersebut, tarif PPN hasil tembakau diharapkan tidak berubah dari tahun lalu.
"PPN hasil tembakau termasuk dalam pengecualian tersebut, karena diatur tersendiri dalam PMK 63/2022, dan saat ini kami masih menunggu perubahan PMK 63/2022 tersebut, dan kami terus berkoordinasi dengan Ditjen Pajak (DJP) untuk hal ini mengingat pengenaan PPN merupakan kewenangan DJP," kata Nirwala, Kamis (9/1/2025).
Melalui PMK 131/2024, pemerintah mengatur PPN dengan tarif efektif 11% khusus atas BKP/JKP nonmewah meski tarif dalam undang-undang sudah naik menjadi 12% mulai 2025 sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN. Tarif efektif PPN sebesar 11% atas BKP/JKP nonmewah ini diberlakukan dengan cara menerapkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.
Meski demikian, DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian tidak berlaku atas BKP/JKP tertentu yang sudah dikenai PPN dengan DPP nilai lain atau PPN dengan besaran tertentu dalam PMK tersendiri. Salah satunya, PMK 63/2022 yang telah mengatur DPP nilai lain atas penyerahan hasil tembakau.
Pasal 4 ayat (1) PMK 63/2022 mengatur DPP nilai lain yang digunakan untuk menghitung PPN atas penyerahan hasil tembakau adalah sebesar 100/(100+t) dikali harga jual eceran (HJE). Dengan formula tersebut, tarif PPN yang berlaku atas penyerahan hasil tembakau pada 1 April 2022 hingga 31 Desember 2024 adalah 9,9%.
Ketika tarif PPN naik menjadi 12% pada tahun ini, tarif PPN atas penyerahan hasil tembakau juga naik menjadi 10,7%. Agar tarif PPN hasil tembakau tetap sama dengan tahun lalu, PMK 63/2022 tersebut perlu direvisi.
Menurut Nirwala, Sistem aplikasi CEISA pada DJBC juga bakal disesuaikan dengan regulasi terbaru.Â
"Implementasi sistem akan mendukung perhitungan tarif PPN sesuai ketentuan yang berlaku," ujarnya.
PER-4/PJ/2024 mengatur bukti pemungutan PPN atas penyerahan hasil tembakau dibuat dengan menggunakan dokumen pemesanan pita cukai hasil tembakau (dokumen CK-1). Produsen dan/atau importir wajib membuat dokumen tersebut saat memesan pita cukai hasil tembakau.
Dokumen CK-1 termasuk dalam dokumen tertentu yang kedudukannya dipersamakan dengan faktur pajak. (sap)