SEKJEN AISI HARI BUDIANTO:

'Yang Paling Penting Itu Bagaimana Pengucuran Kredit'

Redaksi DDTCNews
Minggu, 25 April 2021 | 08.01 WIB
ddtc-loader'Yang Paling Penting Itu Bagaimana Pengucuran Kredit'

JAKARTA, DDTCNews Prinsipnya untuk ingin belajar membuat Hari Budianto mengemban tugas sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia (AISI). Posisi yang dia ambil setelah puluhan tahun malang melintang dalam manufaktur kendaraan roda dua.

Lingkup kerja asosiasi ini membuat keahliannya dalam berinteraksi dengan para pengambil kebijakan di pemerintahan makin terasah. Menurutnya, tugas tersebut tidak pernah ia rasakan ketika meniti karier di perusahaan umum.

Hari pun membagikan kisahnya kepada DDTCNews bagaimana rasanya menikmati puluhan tahun bekerja di sektor manufaktur kendaraan roda dua. Dia juga menceritakan rasanya menjabat Sekjen AISI yang telah diembannya sejak 2018. Kutipannya:

Bagaimana kesibukan Anda saat ini di tengah pandemi Covid-19?
Ya alhamdulillah masih punya kesibukan sebagai Sekjen AISI jadi kegiatan rutin sehari hari dan ada tambahan Sekjen IATO itu Ikatan Ahli Teknik Otomotif se-Indonesia. Pekerjaan itu juga disambi dan ada juga berkah dari Covid-19.

Karena selang-seling WFH jadi bisa mengaktifkan usaha yang bersama partner di bidang arsitek dan musik bisa jalan. Ya itulah kegiatan saya sehari-hari.

Bagaimana ceritanya Anda bisa terjun ke industri otomotif?
Awalnya saya itu kuliah di Teknik Mesin di Universitas Brawijaya Malang. Pada saat sudah lulus tapi belum diwisuda ada rekrutmen dari Astra di kampus dan kebetulan saya bagian dari tiga orang yang masuk ke Astra.

Saat itu namanya masih Federal Motor. Kejadian itu pada 1995 dan sudah lama sekali hampir 26 tahun lalu. Dari situlah saya sebagai engineer di Federal Motor, kerjaannya ngerjain engine-nya motor Honda di Indonesia mulai dari yang kecil sampai ke project baru.

Selanjutnya, sebelum 1998 itu sebenarnya sudah ada rencana dari Astra bikin sepeda motor nasional dan saat itu join di SMI (sepeda motor Indonesia). Waktu itu juga pekerjaannya di bagian engineer. Cuma belum beruntung karena waktu itu krisis 1998 proyek itu di drop.

Sehabis itu saya masih di Astra dan juga mulai mengajar pada 1997 hingga 2000 di Politeknik Manufacturing Astra sebagai dosen dari korporasi. Pada 2000, pascakrisis itu saya keluar dari Astra Group/Federal Motor dan join ke Kanzen Motor Indonesia bantu perusahaan mulai dari tes motor sampai bikin pabrik.

Dari situ panjang ceritanya, dari 2000 hingga 2008 saya join di Kanzen. Saya terlibat mulai dari pengetesan unit pertama sampai test drive motor di Bali. Akhirnya saya pegang bagian Engineering & Production Kanzen.

Sejalan dengan waktu dan pasar sedang bagus ternyata ada masalah yang handling konsumen. Pada bagian ini kan yang namanya after sale dan pada saat itu kinerja kurang mumpuni. Kemudian saya banyak ditugaskan turun ke lapangan.

Saat itu saya guyon dengan pimpinan, masa saya handling semua ini, ya sudah saya jadi Kanwil (Kepala Wilayah). Nah pimpinan malah bilang, kenapa tidak dikirim ke daerah. Tantangan itu saya terima akhirnya saya pindah ke daerah bersama keluarga karena saya pegang di Pekanbaru, Riau.

Waktu itu situasi penjualan lagi drop, dari yang biasanya 300 menjadi hanya 100 unit per bulan. Tantangan tersebut saya lakukan beberapa hal dan hasilnya saya bisa deliver penjualan 600 unit atau lebih tinggi dari tantangan Bu Rini pada angka 500 unit.

Untuk wilayah Sumatera itu saya di-challenge untuk pegang wilayah lain seperti Sumatera Barat, saya buat strategi bisnis agar bisa ditularkan kepada dealer lain di wilayah Sumatera. Di Sumbar dari yang rata-rata hanya 25 unit per bulan menjadi 250 unit per bulan.

Masalah yang sama juga terjadi di Sumatra Utara, Jambi, Lampung. Jadi akhirnya saya pegang regional Sumatera sampai akhirnya saya kembali ke Jawa pada 2007. Sejak itu saya bertugas di Jawa hingga 2008. Tahun itu juga, saya pamit keluar dari Kanzen.

Setelah itu saya join ke TVS Motor bagian sparepart head untuk perusahaan Jepang, nasional, dan India. Saat saya join di TVS itu merasakan perbedaan budaya kerja antara India dan Jepang.

Misalnya komunikasi harian itu pakai Bahasa Inggris. Pada 2015 saya bantu penjualan sepeda motor di Jawa Barat karena ada pergantian main dealer. Pada saat yang bersamaan juga ikut develop roda tiga TVS.

Di sini saya mulai interaksi dengan government relation karena ikut pegang penjualan ritel dan grup sale. Saya di TVS itu dari 2008 sampai 2017 dan setelah itu ada tawaran pekerjaan dari PT Robert Bosch Indonesia menjadi Manager Business Development AED-ES yang menangani electric scooter.

Karena pengalaman saya dinilai sesuai untuk develop kendaraan listrik di Indonesia dan akhirnya meeting dengan perwakilan Bosch Jerman yang datang ke Indonesia. Jadilah saya bekerja di Robert Bosch yang kantornya di Indonesia itu ada di Lebak Bulus sana.

Tapi induk kerja saya itu divisi elektrik skuter untuk pengembangan bisnis di Indonesia. Kantor pusatnya di Asia itu ada di China di Shanghai dan Suzhou. Setiap bulan itu saya rutin ke sana.

Saya di Robert Bosch 1 tahun dan merasa belajarnya sudah cukup saya dapat tawaran dari Pak Johannes Loman sebagai Sekjen AISI, saya lihat sebagai kesempatan untuk belajar lagi. Jadi saya punya kesempatan untuk meningkatkan network di government dan di perusahaan besar Indonesia.

Pada sisi teknis dan pengembangan industri secara internasional sudah saya dapatkan. Jadi tawaran sebagai Sekjen AISI saya terima pada 2018. Mulai Juli 2018 saya full dedicated di AISI sebagai Sekjen.    

Ada alasan lain akhirnya terjun ke asosiasi?
Karena apa yang saya dapat secara ilmu merasa sudah cukup meskipun saya tetap belajar. Kalau untuk combustion engine saya sudah kenyang di Astra, Kanzen dan TVS. Secara industri motor listrik sudah saya dapatkan di Bosch.

Kemudian di AISI ini jujur saja saya tidak bisa menolak karena datang dari Ketum langsung. Saya pikir posisi ini bentuk investasi karena waktu berani keluar dari Bosch itu istilah saya sudah pensiun dini, jadi pada umur 47 tahun saya putuskan pensiun dari perusahaan dan saya masuk ke asosiasi.

Keputusan jadi Sekjen membuat saya lebih independen dan lebih ada kebebasan serta keleluasaan, karena sistem kerja saya lebih ke task force saja. 

Artinya kalau hari ini ada agenda jam 7 pagi maka saya harus masuk dan kalau harus nginep atau keluar kota ya saya jalani. Tapi kalau pakai sistem absen jam 7 harus berangkat dan pulang 4 sore itu saya tidak cocok.

Saya juga kelebihan dalam human approach dan sebagai Sekjen ini kemampuan itu saya mainkan. Mulai dari situ saya jadi dekat dengan Kemenperin, Kemenhub dan lainnya. Itu yang saya inginkan sebagai Sekjen sejak awal.

Apa perbedaan karier di korporasi dan terjun di asosiasi?
Oh itu jelas sangat berbeda. Kalau di perusahaan sebenarnya lingkar pengaruh lebih terbatas karena hanya untuk lingkungan kantor. Sedangkan kalau di asosiasi posisi Sekjen itu kan seperti COO kita punya lingkar pengaruh jauh lebih besar walaupun posisi seperti pembantu atau menteri.

Tugas sebagai Sekjen membuat lingkar pengaruh lebih menentukan karena harus bisa mencari batas atau pandai menempatkan diri dan menjadi representasi asosiasi. Semua itu kan berbeda sama sekali dengan perusahaan.

Bagaimana Anda melihat prospek industri roda dua saat ini?
Jadi pada 2020 sebenarnya perlu melihat kinerja tahun-tahun sebelumnya. Rekor tertinggi penjualan motor itu pada 2011 sampai 8 juta lebih unit. Trennya kemudian menurun sampai titik terendah pada 2017 itu 5,8 juta unit.

Pada 2018 naik ke level 6 juta dan pada 2019 naik ke 6,4 juta. Nah pada 2020 sebenarnya target tidak naik tapi bukan karena Covid-19. Alasan proyeksi tidak meningkat itu karena ada perang tarif dan nilai kurs rupiah terhadap dolar AS yang tidak stabil.

Kami asumsikan dengan hal itu kondisi 2020 akan flat, tapi sampai Maret 2020 ya itu ada siklus nasional dan bulanan pada awal tahun di beberapa wilayah ada bencana. Sebenarnya kondisi penjualan masih bagus dan sesuai prediksi.

Tapi begitu masuk April saat Covid-19 mulai kena imbas dengan penerapan PSBB ketat. Jadi terjun bebas pada Mei 2020 dari yang biasanya 500.000 sampai 600.000  per bulan menjadi 20.000-an unit yang terjual.

Bayangkan kinerja tinggal 5% saja. Bottom itu Mei dan mulai naik lagi pada Juni sampai dengan kuartal IV/2020 sebagai puncak baru penjualan tahun lalu.

Jadi pada tahun lalu penjualan 3,6 juta unit di pasar domestik dan untuk ekspor dari proyeksi 1 juta unit  menjadi 700.000-an yang diekspor. Secara total kinerja tahun lalu 4,3 juta. Utilisasi pabrikan yang terpasang 10 juta, jadi utilisasi tahun lalu hanya 43% dari kapasitas terpasang untuk roda dua.

Untuk 2021, kami proyeksikan akan naik menjadi 4 juta-4,3 juta untuk pasar domestik. Jadi ada pertumbuhan 11%-19% dari kinerja tahun lalu. Game changer apa ya pemulihan ekonomi yang tergantung pada proses vaksin dan belanja pemerintah. Kedua ini penting sebagai cara aktivasi ekonomi.

Penjualan motor sangat berhubungan dengan daya beli. Maka salah satu faktor penting bagi industri motor itu harga komoditas. Tahun ini kita optimis bisa tembus 4,3 juta dan ekspor diharapkan ada peningkatan juga.

Kinerja hingga Q1/2021 seperti apa?
Utilisasi pada kuartal I/2021 sudah bukukan 1,2 juta dan untuk ekspor 230.729 unit. Kalau per bulan itu rata-rata sudah 400.000 untuk pasar domestik dan untuk pasar ekspor rata-rata sudah lebih dari 70.000 unit per bulan.

Artinya, sudah ada sinyal perbaikan ekonomi itu akan baik. Biasanya pada Q2 akan ada rilis ke media untuk memberikan gambaran proyeksi AISI setelah lewat Q1 tahun ini. Apakah target 4,3 juta tetap atau akan dinaikkan atau justru turun.

Apakah industri roda dua butuh insentif pajak tambahan seperti halnya pabrikan mobil dengan PPnBM DTP?
Untuk roda empat itu kan banyak komponen yang masih kena PPnBM, nah kalau roda dua itu komponen PPnBM masih pakai skema lama. Jadi untuk kapasitas mesin diatas 250 cc sampai 500 cc kena 60% PPnBM. Di atas 500 cc baru kena 125% dan yang dibawah 250 cc ga kena PPnBM.

Sedangkan penjualan roda dua di Indonesia itu untuk yang di bawah 250 cc itu lebih dari 90%. Artinya, kalau kita minta pembebasan PPnBM juga terlalu kecil angka, jadi tidak memintakan itu.

Namun, bagaimana dengan program kita dari tahun lalu minta bahu membahu mulai dari pabrikan, distributor, main dealer, leasing dengan bisa DP 0% dari BI yang masih kita tunggu.

Penjualan roda dua, yang paling penting itu bagaimana pengucuran kredit. Ada juga dari semua pihak ini ada komponen PKB dan BBNKB yang domainnya di pemda. Pada sisi ini enggak mungkin diberikan insentif hingga 0% atau bebas.

Tahun lalu, usulan itu sudah disampaikan Gaikindo dengan relaksasi itu penerimaan PPh akan naik tapi kan itu nanti masuk ke pusat dan Jabar sebagai pusat industri roda dua. Untuk provinsi lain akan jatuh PAD mereka hingga 40%-80% bahkan karena besarnya kontribusi PKB dan BBNKB.

Kami pun buka dialog dengan pemda dengan penekanan tidak minta dihapuskan tetapi sekecil apapun bentuk insentif itu akan membantu. Tarif tidak naik tinggi saja kami sudah haturkan terima kasih. Kemudian ada bagian konsumen pada penyerahan kedua dan seterusnya, mereka ada relaksasi.

Itu sudah cukup buat kami agar konsumen ini bisa juga meringankan beban. Pada era pandemi ini kan diminta hindarkan diri dari kerumunan, sehingga untuk ekonomi itu pergerakan barang dan jasa. motor itu jadi solusi mobilitas orang sebagai salah satu kendaraan personal.

Ada pengalaman berurusan dengan otoritas pajak?
Kami di AISI ini juga anggota FAMI di level Asia dan juga anggota IMA sebagai organisasi manufaktur motor global. Semua ini ada iuran. Saat kepemimpinan lama untuk bayar iuran ini cukup mahal bisa Rp1,5 miliar.

Saat ini ada solusi membayar kekurangan iuran dan ditambah biaya organisasi. Maka ada solusi alokasi dari masing masing pabrikan untuk alokasi ini. Nah yang unik saat bertemu konsultan pajak kita, karena ada iuran baru dan ada sisa dari iuran anggota ini kena PPh badan.

Angkanya cukup besar dan saat ini sedang dicari solusinya. Ini berlaku untuk tahun pajak 2019 dan 2020. Kami sedang cari jalan penyelesaiannya. itu yang kira-kira yang unik.

Jadi iuran rutin tidak kena pajak tapi untuk iuran untuk solusi keuangan justru kena beban PPh. Mungkin salah satu solusinya ya harus diinvestasikan lagi, harus dibelanjamodalkan lagi.

Di luar rutinitas kerja apa saja kegiatan Anda?
Saya hobi baca, musik dan salah satu berkah Covid itu ada teman lama arsitek collapse karena pandemi. Pada saat itu saya coba bantu dan yang paling murah ya bikin musik. Saya bantu rekaman dan pemasaran tapi blessing-nya nyambi pemasaran musik itu saya dapat orderan arsitek.

Dari situ perusahaan arsitek itu bisa dihidupkan kembali dan saya masuk sebagai partner karena buat PT baru. Kami jalankan bisnis dari desain sampai konstruksinya. Kalau untuk musik, album sudah selesai nanti mau dipasarkan di Spotify. Itu keseharian saya selain jadi Sekjen AISI.

Apa arti keluarga bagi Anda?
Keluarga itu sebagai sumber energi sebagai alasan saya harus bekerja keras dan mencapai sesuatu. Karena disitu ada anak-anak bagaimana saya membina supaya mereka kuat hadapi persaingan hidup. Saya tekankan dan ajarkan ke mereka itu bahwa investasi itu seharusnya leher ke atas.

Kalau minta uang untuk belajar pasti saya kasih, tapi kalau yang konsumtif saya larang. Bagi saya keluarga itu bagaimana bisa membuat anak menjadi sukses dalam arti kemampuan mereka sendiri, jadi bukan diberi tapi diajarkan caranya. Keluarga itu jadi hulu dan muara saya.

Pensiun dini dari manufaktur, apakah Anda sudah pada fase sukses dalam menjalani karier?
Saya itu pernah diajarkan bahwa hidup itu ada dua jam atau waktu. Pertama, waktu kronos itu kronologis umur kita berapa. Tapi saya punya satu jam lagi yang namanya Khoiros. Itu adalah stepping-stepping yang hendak saya jalankan dalam kehidupan.

Biasanya kita itu punya gambaran mau jadi apa kita. Dan Alhamdulilah saya itu sejak dulu bisa menggambar mau ke mana saya, jadi sudah buat path. Oh saya akan masuk produksi, nanti pindah marketing dan selanjutnya.

Rencana saya itu alhamdulillah bisa dilalui. Menurut saya sukses itu mencapai apa yang ingin saya lalui tadi. Jam Khoiros bisa saya capai itulah yang sukses. Tentu itu tidak bisa dibandingkan dengan orang lain, tapi buat saya ada kepuasan tersendiri mencapai yang saya jangkakan sebelumnya.

Tentu ada keinginan lebih baik dan ikut membuat sukses orang lain dalam hal ini pertama keluarga dan teman dekat seperti saya cerita tadi. Saat kondisi terpuruk dan saya ingin sukses maka saya ikut membantu. Itu definisi sukses saya dengan ikut membuat sukses orang lain. (Rig/Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.