Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara.
JAKARTA, DDTCNews – Sektor properti merupakan salah satu jenis usaha yang mendapatkan relaksasi kebijakan fiskal sejak tahun lalu. Opsi untuk menambah insentif dan fasilitas masih terus dilakukan pemerintah.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan estimasi belanja perpajakan khusus untuk sektor properti pada 2018 mencapai Rp5,7 triliun. Jumlah tersebut berasal dari berbagai fasilitas seperti pajak tidak dipungut, pamangkasan tarif, dan pembebasan dari beban pajak.
“Estimasi dari insentif pajak untuk sektor properti itu sudah mencapai Rp5,7 triliun pada 2018 dan berasal dari berbagai fasilitas," katanya dalam acara Property Outlook 2020 di Gedung Dhanapala, Rabu (18/12/2019).
Meksipun gelontorkan insentif telah diberikan, pemerintah masih melihat opsi pemberian relaksasi tambahan. Kajian dan hitung-hitungan fiskal tengah dilakukan oleh Kemenkeu untuk membedah beban pajak yang berlaku saat transaksi atas tanah dan bangunan dilakukan.
Menurutnya, dari nilai transkasi properti yang dicontohkan sebesar 100 maka beban pajaknya bisa mencapai 30. Pungutan pajak tersebut, lanjut Suahasil, tersebar di berbagai tempat. Salah satunya ada pajak pusat dan daerah. Ada pula pungutan pajak yang dibebankan kepada penjual dan pembeli.
"Kita sedang cari cara untuk kurangi itu agar bisa di bawah 30,” ungkap Suahasil.
Salah satu opsinya yang tengah dikaji adalah memberikan relaksasi dari sisi pajak daerah. Suahasil menyebutkan daerah bisa memberikan relaksasi dari sisi bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTP). Insentif dapat diberikan agar sektor ini dapat tumbuh dan memberikan pemasukan yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
“Untuk bisa memberikan insentif ini biasanya ada di pemerintah daerah, misal dalam BPHTP. Memang akan mengurangi penerimaan pemerintah daerah, tapi diharapkan sektor usaha menjadi berkembang. Jadi, lebih baik sektor usaha berkembang lalu kita ambil sedikit-sedikit [penerimaannya]," imbuhnya. (kaw)