LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2020

Urgensi Penyusunan Big Data Pajak

Redaksi DDTCNews | Selasa, 27 Oktober 2020 | 09:01 WIB
Urgensi Penyusunan Big Data Pajak

Katarina Tabitha, Kebon Jeruk, Jakarta Barat

PAJAK dan teknologi. Dua hal ini selalu dinamis dan mengikuti perkembangan zaman. Teknologi berkembang pesat dan sudah menjadi salah satu kebutuhan pokok manusia. Kemajuan teknologi adalah peluang yang dapat dimanfaatkan dan pajak selayaknya dapat memanfaatkannya.

Saat ini, kemajuan teknologi sudah dipraktikan dalam beberapa layanan seperti e-SPT, e-bupot, e-faktur, dan yang lainnya. Pemanfaatan teknologi dalam perpajakan tidak terlepas dari salah satu asas pajak, yaitu kemudahan administrasi.

Teknologi dapat dimanfaatkan untuk memaksimalkan pelayanan pajak bagi wajib pajak (OECD, 2016). Penetapan PER-14/PJ/2020 mengenai tata cara penyampaian surat keberatan secara elektonik atau kerap disebut e-objection merupakan salah satu implementasinya.

Sebenarnya, penyampaian surat keberatan secara elektronik sudah diatur Pasal 9 PMK 9/2013. Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai hal ini baru diatur kembali terkait dengan situasi pandemi ini. E-objection menimbulkan pertanyaan, apakah dimungkinkan banding elektronik (e-appeal)?

Mayoritas sengketa pajak yang berlanjut menuju banding menjadikan pengadaan e-appeal sebagai salah satu tantangan bagi pemerintah. E-appeal jelas akan menguntungkan baik bagi wajib pajak maupun para hakim di Pengadilan Pajak.

Namun, belum adanya data yang tersinkronisasi antara Ditjen Pajak (DJP) dan Pengadilan Pajak akan menjadi hambatan. Sebab, data wajib pajak yang bersengketa sulit dipertukarkan secara online. Teknologi big data dapat dimanfaatkan untuk sinkronisasi data antara DJP dan Pengadilan Pajak.

Pemanfaatan big data ini tidak hanya untuk e-appeal, tetapi juga untuk kepentingan pajak yang lebih luas. Mulai dari menghimpun berbagai data wajib pajak, layanan yang proaktif tanpa tatap muka hingga mendeteksi tax avoidance, tax evasion dan kegiatan ilegal lainnya (OECD, 2016).

Tantangan aplikasi data di Indonesia adalah kurangnya pengetahuan mengenai teknologi data. Di sisi lain, kemampuan pengelola data juga jarang dikuasai. Karena itu, perlu peningkatan kualitas sumber daya manusia pengelola data khususnya yang bergerak dalam bidang pajak.

Contohnya XBRL (extensible business reporting language) yang dimanfaatkan Bursa Efek Indonesia untuk kepentingan transmisi dan pertukaran informasi. XBRL dapat meningkatkan efisiensi, kecepatan dan mengotomasikan pengolahan data yang menunjang analisis dan kualitas informasi.

Tentu menjadi tantangan apakah XBRL di kemudian hari dapat diimplementasikan dalam sektor pajak. Penggunaan big data dan XBRL yang fungsi nya menyerupai berperan dalam penghimpunan data dan sangat berguna untuk mendeteksi pemajakan dan mempermudah proses pemeriksaan

Cetak Biru Bertahap
TANTANGAN ini menimbulkan tantangan berikutnya, apakah masyarakat sudah siap menghadapi era yang serba canggih dengan memaksimalkan pemakaian teknologi? Ataukah masyarakat kita belum cukup siap, dan karena itu perlu cetak biru implementasi secara bertahap?

Contohnya seperti penggunaan e-bupot yang jauh lebih sederhana dibandingkan dengan aplikasi big data dan XBRL. Penggunaan e-bupot untuk pajak penghasilan (PPh) Pasal 23/26 baru diwajibkan secara nasional seiring dengan terbitnya KEP-269/PJ/2020.

Awalnya e-bupot telah diatur PER-04/PJ/2017 sejak 31 Maret 2017. Namun, pengaturannya belum komprehensif dan teknologi e-bupot PPh23/26 belum diwajibkan. Karena itu, penetapan KEP-269/2020 membuktikan pemerintah sudah mempermudah layanan untuk wajib pajak.

Pemerintah sudah bergerak memberikan kemudahan bagi wajib pajak dengan memanfaatkan teknologi, tetapi tidak semua wajib pajak dapat beradaptasi dengan cepat atas perubahan ini. Terlebih, tidak semua masyarakat familiar dengan penggunaan teknologi.

Selain strategi memanfaatkan teknologi, tantangan pemerintah merambah pada sosialisasi dan juga edukasi penggunaan teknologi. Kuncinya, seperti kata Steve Job, terletak pada inovasi, yaitu melihat perubahan sebagai suatu peluang ketimbang ancaman.

Menjadikan teknologi sebagai peluang untuk terus memudahkan wajib pajak terlihat pada aplikasi e-faktur 3.0, karena pajak masukan otomatis terinput jika lawan transaksi sudah menerbitkan faktur tanpa harus melakukan input secara manual.

Inovasi merupakan tantangan yang berkelanjutan bagi pemerintah untuk terus mengembangkan dan juga memperbarui pelayanan yang diberikan kepada wajib pajak dengan menyesuaikan keadaan dan selalu memperhatikan kemudahan pembayaran pajak.

“Teknologi dapat memengaruhi cara manusia berkomunikasi, terhubung, berinovasi, menciptakan, dan membuka jalan untuk berbagai kesempatan. Namun, pendidikan adalah hal yang tidak dapat tergantikan” kata Laura Andreesseen.

Jika teknologi tidak dimanfaatkan dengan baik, teknologi hanya merupakan teknologi yang tidak memberikan dampak positif. Teknologi seharusnya mampu menghasilkan sistem perpajakan yang adil dan meningkatkan kualitas layanan yang mempermudah wajib pajak.

(Disclaimer)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

27 Oktober 2020 | 09:40 WIB

Membaca artikel ini sepertinya dimungkinkan untuk sinkornisasi antara e faktur dan e bupot seperti penyerahan jasa pada faktur pajak diberi tanda khusus dan langsung masuk kedalam data server e bupot sehingga wp tidak perlu repot upload atau input data e bupot, semoga kedepannya lebih mudah

ARTIKEL TERKAIT

Senin, 28 November 2022 | 18:30 WIB KAMUS PAJAK

Apa Itu Big Data dan Big Data Analytic?

Rabu, 02 November 2022 | 12:45 WIB KEMENTERIAN KEUANGAN

Wamenkeu: Perumusan Kebijakan Keuangan Pakai Data, Tak Cuma Intuisi

Selasa, 04 Oktober 2022 | 15:13 WIB LOMBA MENULIS DDTCNEWS 2022

Teknologi pada Sistem Perpajakan Jadi Kenormalan Baru Era 4.0

BERITA PILIHAN