Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) telah mengatur ketentuan pelaporan pajak penghasilan (PPh) bagi investor atau trader aset kripto. Otoritas menyebut nantinya wajib pajak terkait memiliki kewajiban lapor PPh atas perdagangan aset kripto dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Pelaksana Direktorat Peraturan Perpajakan I DJP Andhika Bibing menjelaskan nantinya dalam setiap transaksi perdagangan atas aset kripto, trader akan mendapatkan bukti potong PPh dari exchanger.
"Bukti potong tadi dilaporkan di lampiran daftar penghasilan yang dipungut PPh final (dalam SPT)," kata Andhika dalam acara TaxLive DJP episode: 41, Kamis (14/4/2022).
Lebih lanjut, Andhika mengatakan karena menggunakan skema PPh final, penghasilan yang diperoleh dari perdagangan aset kripto tersebut tidak dikalkulasikan dengan penghasilan lainnya.
"Ini [penghasilan perdagangan atas aset kripto] tidak dihitung dengan penghasilan lainnya karena bersifat final," ujarnya.
Adapun kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. Beleid ini berlaku per 1 Mei 2022.
Di sisi lain, PMK 68/2022 juga mengatur dua ketentuan besaran tarif PPh Pasal 22 Final yang dikenakan pada penjual atau yang menyerahkan aset kripto.
Pertama, sebesar 0,1% jika exchanger terdaftar di Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Kedua, sebesar 0,2% jka exchanger tidak terdaftar Bappebti.
"Namun pada prinsipnya pemerintah tidak ingin membebani exchanger, maka pemerintah indonesia bisa menunjuk exchanger di luar kepabeanan jadi equal tidak terbatas pada exchanger dalam negeri," ucap Andhika. (sap)