BERITA PAJAK SEPEKAN

Surat Edaran DJP Soal PP 23 dan Pengawasan Wajib Pajak Terpopuler

Ringkang Gumiwang | Sabtu, 29 Agustus 2020 | 08:00 WIB
Surat Edaran DJP Soal PP 23 dan Pengawasan Wajib Pajak Terpopuler

Gedung Ditjen Pajak. (Foto: DDTCNews)

JAKARTA, DDTCNews—Surat edaran yang diterbitkan Ditjen Pajak (DJP) dalam rangka memberikan penegasan pelaksanaan PP 23/2018 menjadi berita terpopuler sepanjang pekan ini atau 24-28 Agustus 2020.

Petunjuk pelaksanaan itu tertuang dalam SE-46/PJ/2020. Dalam surat edaran tersebut, DJP menilai perlu memberikan penjelasan, penegasan, dan penyeragaman pelaksanaan beberapa ketentuan dalam PP 23/2018.

Penegasan itu di antaranya mengenai cara penyampaian pemberitahuan bagi wajib pajak yang memilih untuk dikenai PPh berdasarkan ketentuan umum. Ada pula soal perlakuan PPh bagi wajib pajak badan tertentu berbentuk persekutuan komanditer atau firma.

Baca Juga:
Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Surat edaran ini juga menjabarkan ketentuan yang belum diatur secara detail dalam PP 23/2018 dan PMK 99/2018 di antaranya terkait dengan kompensasi kerugian bagi wajib pajak yang dikenai PPh berdasarkan PP 23/2018.

Dijelaskan pula ketentuan mengenai perlakuan PPh bagi wajib pajak badan berupa bank, bank perkreditan rakyat, koperasi simpan pinjam, lembaga keuangan mikro, lembaga pemberi dana pinjaman, dan/atau badan yang melakukan usaha gadai.

Berita pajak terpopuler lainnya adalah DJP bekerja sama dengan 78 pemerintah daerah untuk melakukan pengawasan bersama terhadap para wajib pajak dalam rangka optimalisasi pemungutan pajak pusat dan pajak daerah.

Baca Juga:
Awasi BKC Ilegal, DJBC Sudah Lakukan 6.000 Penindakan selama Kuartal I

Sebelum kerja sama itu, DJP sebenarnya sudah melakukan uji coba dengan tujuh pemerintah daerah. Hasilnya, DJP bersama otoritas pajak daerah melakukan pengawasan Bersama atas 1.184 wajib pajak.

Contoh pengawasan bersama yang paling sederhana dapat dilakukan atas pelaku usaha hotel. Hal ini mengingat dalam usaha hotel, ada kewajiban pembayaran pajak penghasilan (PPh) kepada pemerintah pusat dan pajak hotel kepada pemerintah daerah.

Perjanjian kerja sama antara DJP, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK), dan 78 pemerintah daerah mencakup kerja sama pertukaran dan pemanfaatan data perpajakan, izin, hingga keuangan daerah. Berikut berita pajak pilihan lainnya.

Baca Juga:
Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

PMK 110/2020 Terbit, Diskon 50% Angsuran PPh Pasal 25 Berlaku Otomatis
Pemberlakuan diskon 50% angsuran PPh Pasal 25 sesuai PMK 110/2020 berlaku otomatis. Dengan kata lain, wajib pajak yang sudah mengajukan insentif tidak perlu menyampaikan kembali pemberitahuan, sesuai PMK 110/2020.

Bagi wajib pajak yang sebelumnya telah menyampaikan pemberitahuan pengurangan angsuran maka stimulus ini berlaku sejak masa pajak Juli 2020. Bagi wajib pajak yang lain, diskon angsuran mulai berlaku sejak pemberitahuan disampaikan. Penurunan diskon berlaku sampai dengan masa pajak Desember 2020.

Seperti diketahui, pemerintah menaikkan diskon angsuran PPh Pasal 25 dari 30% menjadi 50% bagi wajib pajak pada 1.013 bidang usaha tertentu, perusahaan yang mendapat fasilitas kemudahan impor tujuan ekspor, dan perusahaan di kawasan berikat.

Baca Juga:
Cashback Jadi Objek Pajak Penghasilan? Begini Ketentuannya

Per 1 September, Ambil Tiket Antrean Layanan Tatap Muka DJP di Sini
Mulai pekan depan, tepatnya pada 1 September 2020, pengambilan tiket antrean layanan perpajakan tatap muka kantor pajak sudah bisa diakses secara online.

Menurut Ditjen Pajak, pelayanan tatap muka yang diberikan saat ini terkait dengan layanan yang belum bisa diberikan secara online. Wajib pajak harus sudah mendapatkan dan menyimpan tiket antrean sebelum datang ke Kantor Pajak.

Pengambilan tiket antrean secara online dilakukan melalui laman kunjung.pajak.go.id. Orang yang akan berkunjung ke kantor pajak hanya perlu masuk ke laman tersebut. Setelah itu, ikuti petunjuk cara mendapatkan tiket antrean.

Baca Juga:
Jelang Lebaran, DJP Tegaskan Pegawainya Tidak Boleh Terima Gratifikasi

Diminta Gencar Tagih Piutang Pajak, Ini Tanggapan Dirjen Pajak
Dirjen Pajak Suryo Utomo menanggapi usulan Komisi XI DPR yang meminta otoritas pajak untuk lebih gencar melakukan penagihan pajak menyusul saldo piutang pajak DJP yang sudah mencapai Rp72,36 triliun pada akhir 2019.

Suryo mengatakan DJP selalu mengupayakan penagihan piutang pajak setiap tahun. DJP juga mulai menerapkan Revenue Accounting System (RAS) secara nasional sejak 1 Juli 2020 sehingga data piutang pajak dapat update secara real time.

Penagihan dilakukan bertahap, diawali dengan menerbitkan surat teguran dan surat paksa kepada wajib pajak. Jika tidak berhasil, DJP mulai melakukan pemblokiran, penyanderaan, penyitaan aset, hingga melakukan lelang atas aset yang disita tersebut.

Baca Juga:
Jatuh pada Hari Libur, Batas Waktu Pelaporan SPT Tahunan Tidak Diundur

Reformasi Pajak Jilid III, Taxpayer Account Diluncurkan Sebelum 2024
Reformasi pajak jilid III sedang dilakukan Ditjen Pajak (DJP). Salah satu fokus dari reformasi pajak kali ini adalah kemudahan pelayanan wajib pajak dengan basis sistem elektronik berupa aplikasi taxpayer account.

Aplikasi tersebut akan menjadi bagian tidak terpisahkan dalam pembaruan sistem inti administrasi pajak atau core tax. Selain kemudahan pelayanan, otoritas berupaya memastikan terpenuhi hak-hak wajib pajak.

Aplikasi akan mulai diuji coba secara penuh tahun depan dan prosesnya akan memakan waktu 1-2 tahun. Target realistis implementasi taxpayer account setidaknya akan bisa dimanfaatkan wajib pajak pada 2022.

Baca Juga:
RUU Daerah Khusus Jakarta Disetujui DPR, Hanya PKS yang Menolak

Ada PP Baru Soal Pembebasan PPN untuk Badan Internasional
Pemberian pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) dan/atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) kepada badan internasional kini dapat diberikan dengan berdasarkan perjanjian.

Perjanjian yang dimaksud adalah kesepakatan dalam bentuk dan nama tertentu yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban antara pemerintah Indonesia dan badan internasional. Ketentuan ini tertuang dalam PP 47/2020.

Berlakunya beleid ini sekaligus mencabut aturan terdahulu, yaitu PP 47/2013. Dalam beleid terdahulu, pembebasan PPN dan PPnBM kepada badan internasional hanya diberikan berdasarkan asas timbal balik. (Bsi)


Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

03 September 2020 | 08:52 WIB

Dengan adanya SE-46/PJ/2020 akan memberikan kepastian hukum bagi para Wajib Pajak dalam ketentuan PP 23/2018.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 08:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Cetak Kartu NPWP Tak Perlu ke Kantor Pajak, Begini Caranya

BERITA PILIHAN
Jumat, 29 Maret 2024 | 15:15 WIB KONSULTASI PAJAK

Beli Rumah Sangat Mewah di KEK Pariwisata Bebas PPh, Perlu SKB?

Jumat, 29 Maret 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Jumlah Pemudik Melonjak Tahun ini, Jokowi Minta Warga Mudik Lebih Awal

Jumat, 29 Maret 2024 | 14:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Pengajuan Perubahan Kode KLU Wajib Pajak Bisa Online, Begini Caranya

Jumat, 29 Maret 2024 | 13:00 WIB KAMUS PAJAK DAERAH

Apa Itu Pajak Air Tanah dalam UU HKPD?

Jumat, 29 Maret 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Perlakuan PPh atas Imbalan Sehubungan Pencapaian Syarat Tertentu

Jumat, 29 Maret 2024 | 10:30 WIB PERMENKOP UKM 2/2024

Disusun, Pedoman Soal Jasa Akuntan Publik dan KAP dalam Audit Koperasi