Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan pers APBN KITA di kantor Kemenkeu, Jakarta, Senin (23/5/2022). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/rwa.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah akan berhati-hati dalam mengimplementasikan pajak karbon di tengah situasi ekonomi dan geopolitik yang tidak menentu saat ini.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penerapan pajak karbon memerlukan timing yang tepat sehingga kebijakan yang diamanatkan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tersebut tidak berdampak negatif terhadap perekonomian.
"Kalau lihat gejolak di sektor energi sekarang ini, kita harus calculated mengenai penerapannya agar tetap positif untuk ekonomi kita sendiri, terutama untuk nanti diversifikasi energi," katanya di Gedung DPR, Senin (27/6/2022).
Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menuturkan pajak karbon akan diterapkan dengan memperhatikan kondisi perekonomian. Menurutnya, pemerintah juga sedang menyiapkan ekosistem implementasi pajak karbon sembari menunggu kondisi ekonomi stabil.
"Jadi tiap sektor kami buatkan berapa yang boleh diemisikan dari tiap sektor. Kemudian nanti kami bikin pasar karbonnya sehingga yang menghasilkan emisi bisa mencari carbon credit di sana," ujarnya.
Berdasarkan UU HPP, pajak karbon dijadwalkan mulai diimplementasikan pemerintah pada April 2022. Namun dalam perjalanannya, pemerintah memutuskan untuk menunda implementasi menjadi Juli 2022.
Saat ini, pemerintah kembali menunda implementasi pajak karbon dan tidak mengumumkan tanggal implementasi terbaru kepada publik.
Meski demikian, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam keterangan resminya menyatakan kebijakan pajak karbon tetap akan diimplementasikan pertama kali atas PLTU batu bara pada tahun ini sesuai dengan UU HPP. (rig)