UU CIPTA KERJA

Soal Penurunan Tarif PPh Pasal 26 atas Bunga dengan PP, Ini Alasannya

Muhamad Wildan | Selasa, 17 November 2020 | 14:02 WIB
Soal Penurunan Tarif PPh Pasal 26 atas Bunga dengan PP, Ini Alasannya

Kasubdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh dan PPh OP DJP Heri Kuswanto memberikan penjelasan dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan, Selasa (17/11/2020). (tangkapan layar Youtube)

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) mengungkapkan alasan diaturnya kewenangan pemerintah untuk menurunkan tarif pajak penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga pada UU PPh yang telah diubah dengan Pasal 111 UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

Kasubdit Peraturan Pemotongan dan Pemungutan PPh dan PPh OP DJP Heri Kuswanto mengatakan klausul kewenangan pemerintah untuk menurunkan tarif PPh Pasal 26 sebesar 20% atas bunga melalui peraturan pemerintah (PP) diperlukan untuk mendukung penerbitan obligasi di luar negeri baik oleh pemerintah maupun korporasi.

"Banyak masukan terutama dari korporasi yang menerbitkan obligasi di luar negeri. Subjek pajak luar negeri (SPLN) dikenai pajak 20% sedangkan SPLN penerima bunga tersebut tidak mau dikenai pajak," ujar Heri dalam Sosialisasi UU Cipta Kerja Klaster Perpajakan, Selasa (17/11/2020).

Baca Juga:
Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Akibat dari kondisi tersebut, baik pemerintah maupun korporasi yang menerbitkan obligasi di luar negeri mau tidak mau harus menanggung PPh Pasal 26. Padahal, pajak tersebut seharusnya dibebankan kepada SPLN penerima bunga tersebut.

Heri mengatakan hingga saat ini, RPP yang mengatur mengenai tarif baru PPh Pasal 26 atas bunga masih dikaji oleh Kementerian Keuangan. Meski demikian, Heri memastikan PP penurunan tarif PPh Pasal 26 tersebut akan ditetapkan dan terbit pada tahun ini.

“Ketentuan ini mudah-mudahan sesuai dengan kondisi dan masukan dari pemerintah dan sektor usaha penerbit obligasi," imbuh Heri.

Baca Juga:
Ajukan Penghapusan NPWP, Utang Pajak Harus Lunas? Begini Ketentuannya

Selain mengatur mengenai PPh Pasal 26, Pasal 111 UU Cipta Kerja juga merevisi ketentuan-ketentuan pada Pasal 2 dan Pasal 4 UU PPh yang masing-masing mengatur mengenai subjek pajak dan objek pajak.

Melalui revisi atas Pasal 2 UU PPh, pemerintah mempertegas ketentuan mengenai subjek pajak dalam negeri (SPDN) dan SPLN. Pada Pasal 2 ayat (3) UU PPh sebagaimana diubah melalui Pasal 111 UU 11/2020 dipertegas baik WNI maupun WNA adalah SPDN.

Mereka dianggap sebagai SPDN sepanjang bertempat tinggal di Indonesia, berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam setahun, atau berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia.

Baca Juga:
13,37 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan 2023, Tumbuh 5,57 Persen

Ketentuan mengenai SPLN juga dipertegas. WNI yang berada di luar Indonesia selama lebih dari 183 hari dalam setahun termasuk SPLN sepanjang memenuhi persyaratan yang diatur melalui peraturan menteri keuangan (PMK).

Pada Pasal 4 UU PPh yang diubah melalui Pasal 111 UU 11/2020, WNA SPDN dengan keahlian tertentu bisa hanya dikenai PPh atas penghasilan dari Indonesia selama 4 tahun pajak sejak menjadi SPDN.

Dividen, sisa hasil usaha koperasi, sisa lebih yang diterima oleh lembaga sosial dan keagamaan, dan setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) juga dikecualikan dari objek pajak melalui Pasal 4 UU PPh yang telah diubah melalui UU 11/2020. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan Penghapusan NPWP, Utang Pajak Harus Lunas? Begini Ketentuannya

Kamis, 18 April 2024 | 09:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

13,37 Juta WP Sudah Laporkan SPT Tahunan 2023, Tumbuh 5,57 Persen

Kamis, 18 April 2024 | 08:53 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Diskon Tarif Pajak Pasal 31E UU PPh di e-Form, DJP Ungkap Caranya

BERITA PILIHAN
Kamis, 18 April 2024 | 18:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Antisipasi Dampak Iran-Israel, Airlangga: Masih Tunggu Perkembangan

Kamis, 18 April 2024 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Lapor SPT Tahunan? DJP: Tenang, Masih Bisa Pembetulan

Kamis, 18 April 2024 | 16:50 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Salah Input Kode Akun Pajak dan Sudah Pembayaran, Ini Saran DJP

Kamis, 18 April 2024 | 16:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ada Transaksi Afiliasi, SPT Tahunan Wajib Dilampiri Ikhtisar TP Doc

Kamis, 18 April 2024 | 15:37 WIB PENERIMAAN PAJAK

Pemerintah Bidik Tax Ratio 11,2-12 Persen pada 2025

Kamis, 18 April 2024 | 15:30 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jaga Kesehatan APBN, Bagaimana Cara Optimalkan Penerimaan Negara?

Kamis, 18 April 2024 | 15:00 WIB TIPS PAJAK

Cara Buat Surat Pernyataan Wajib Pajak Non-Efektif

Kamis, 18 April 2024 | 14:30 WIB PERTUMBUHAN EKONOMI

Susun RKP, Ekonomi Ditarget Tumbuh 5,3 - 5,6 Persen pada Tahun Depan

Kamis, 18 April 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PERINDUSTRIAN

Pemerintah Antisipasi Dampak Konflik Timur Tengah Terhadap Industri

Kamis, 18 April 2024 | 13:48 WIB KONSULTASI PAJAK

Bayar Endorse Influencer di Media Sosial, Dipotong PPh Pasal 21?