RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai perbedaan interpretasi objek pajak penghasilan (PPh) atas sewa bangunan base transceiver station (BTS) tower.
Otoritas pajak menilai sewa BTS tower merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), yakni berupa persewaan tanah dan/atau bangunan. Oleh sebab itu, otoritas pajak menyatakan BTS tower seharusnya dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final dengan tarif sebesar 10%.
Sebaliknya, wajib pajak tidak setuju apabila penghasilan atas sewa BTS tower digolongkan sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2). Menurutnya, sewa BTS tower merupakan objek pemotongan PPh Pasal 23 yang dikenakan tarif sebesar 4,5%.
Pada tingkat banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan untuk mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Kemudian, di tingkat PK, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK yang diajukan oleh otoritas pajak.
Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau Perpajakan DDTC.
Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Berdasarkan pada pemeriksaan dan penelitian, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat koreksi positif DPP PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp294.447.278 tidak dapat dipertahankan.
Terhadap permohonan banding tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan sebagian permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Selanjutnya, dengan diterbitkannya Putusan Pengadilan Pajak Nomor Put.33902/PP/M.XI/25/2012 tanggal 30 Agustus 2012, otoritas pajak mengajukan upaya hukum PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 14 Desember 2012.
Pokok sengketa dalam perkara ini ialah koreksi positif dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) atas sewa BTS tower senilai Rp294.447.278 masa Juni 2008 yang tidak dipertahankan oleh Majelis Hakim Pengadilan Pajak.
Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Dalam perkara ini, Pemohon PK melakukan koreksi karena terdapat transaksi sewa bangunan berupa BTS tower yang tidak dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) oleh Termohon PK.
Pemohon PK menyatakan BTS tower memang dapat diklasifikasikan sebagai bangunan. Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-Undang (UU) No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Namun demikian, jenis pungutan pajaknya tidak hanya terbatas pada pajak bumi dan bangunan (PBB). Adapun untuk transaksi sewa bangunan BTS tower juga dapat dikenakan PPh.
Pemohon PK menilai transaksi sewa bangunan berupa BTS tower merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Berdasarkan pada data dan fakta, Pemohon PK secara konsisten menetapkan penghasilan atas sewa BTS tower sebagai objek PPh Pasal 4 ayat (2).
Terhadap hal tersebut, Termohon PK tidak pernah mengajukan upaya hukum keberatan atas keputusan Pemohon PK tersebut. Artinya, Termohon PK setuju dengan ketetapan Pemohon PK. Dengan demikian, koreksi Pemohon PK dengan dalil penghasilan atas sewa BTS tower yang dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) dan dikenakan tarif final sebesar 10% sudah benar dan dapat dipertahankan.
Sebaliknya, Termohon PK tidak sepakat dengan seluruh dalil Pemohon PK. Menurut Termohon PK, sewa BTS tower termasuk objek PPh Pasal 23. Hal ini didukung dengan Surat Direktur Peraturan Perpajakan II No. S-697/PJ.032/2008 yang menegaskan sewa BTS tower bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2), melainkan objek PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 4,5%.
Untuk mendukung argumentasinya, Termohon PK juga melampirkan bukti potong PPh Pasal 23 atas sewa BTS tower yang telah disetujui dan diakui oleh Pemohon PK sebagai kredit PPh badan. Dengan kata lain, Pemohon PK setuju sewa BTS tower bukan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2). Oleh karena itu, Termohon PK berkesimpulan koreksi yang dilakukan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan.
Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat alasan permohonan PK dapat dibenarkan. Selain itu, putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan sebagian secara nyata tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Terdapat 2 pertimbangan hukum Mahkamah Agung sebagai berikut.
Pertama, Mahkamah Agung menyatakan BTS tower memang dapat digolongkan sebagai bangunan. Namun demikian, terhadap BTS tower tersebut tidak hanya secara khusus dikenakan PBB. Secara umum, transaksi berkaitan dengan BTS tower yang menyebabkan adanya tambahan penghasilan dapat dikenakan PPh.
Kedua, Mahkamah Agung berpendapat transaksi sewa bangunan berupa BTS tower seharusnya dikenakan PPh Pasal 4 ayat (2). Dalam perkara ini, Mahkamah Agung telah membaca dan mempelajari argumen yang dinyatakan kedua belah pihak. Akan tetapi, tidak ditemukan hal-hal yang dapat melemahkan pendapat Pemohon PK.
Berdasarkan pada pertimbangan di atas, Mahkamah Agung menilai permohonan PK cukup berdasar dan patut dikabulkan. Dengan demikian, Termohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan harus membayar biaya perkara. (kaw)