RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa Pajak atas Sewa Lahan Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

Hamida Amri Safarina
Jumat, 19 Juni 2020 | 15.39 WIB
Sengketa Pajak atas Sewa Lahan Sebagai Objek PPh Pasal 4 ayat (2)

RESUME Putusan Peninjauan Kembali (PK) ini merangkum sengketa pajak mengenai sewa lahan untuk pembangunan base transceiver station (BTS) sebagai objek pajak penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2).

Perlu dipahami bahwa wajib pajak merupakan subkontraktor dari PT X dan PT Y untuk proyek pembangunan BTS. Atas proyek pembangunan BTS ini, PT X dan PT Y memutuskan untuk menyewa lahan. Selanjutnya, PT X dan PT Y menitipkan sejumlah uang kepada wajib pajak untuk membayar sewa lahan yang dimaksud kepada pemilik lahan.

Wajib pajak berpendapat bahwa pihaknya hanya berperan sebagai perantara atau agen pembayaran atas sewa lahan yang dilakukan PT X dan PT Y. Sejumlah dana yang dititipkan PT X dan PT Y kepada wajib pajak untuk membayar sewa lahan diberikan dalam jumlah neto. Dengan demikian, kewajiban pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) bukan pada wajib pajak, melainkan PT X dan PT Y.

Sebaliknya, otoritas pajak menilai bahwa tidak ada bukti yang mendukung dalil wajib pajak di atas. Wajib pajak telah terbukti menerima sejumlah uang dari PT X dan PT Y untuk membayar sewa lahan. Atas pembayaran sewa lahan tersebut, wajib pajak dinilai harus melakukan pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2).

Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak. Sementara itu, di tingkat PK, Mahkamah Agung ­­­­menolak permohonan dari otoritas pajak selaku Pemohon PK.

Apabila tertarik membaca putusan ini lebih lengkap, kunjungi laman Direktori Putusan Mahkamah Agung atau di sini.

Kronologi
WAJIB pajak mengajukan banding ke Pengadilan Pajak atas keberatannya terhadap penetapan otoritas pajak. Dalam putusan banding, Majelis Hakim Pengadilan Pajak berpendapat bahwa wajib pajak hanya berperan sebagai agen pembayaran lahan sewa antara pemilik lahan dengan PT X dan PT Y.

Kewajiban untuk memungut dan memotong PPh Pasal 4 ayat (2) bukan berada pada wajib pajak, melainkan pada PT X dan PT Y. Dengan demikian, koreksi yang dilakukan otoritas pajak dianggap tidak tepat dan harus dibatalkan.

Berdasarkan pertimbangan di atas, Majelis Hakim Pengadilan Pajak memutuskan mengabulkan seluruhnya permohonan banding yang diajukan oleh wajib pajak.  Dengan keluarnya Putusan Pengadilan Pajak No. Put. 46944/PP/M.XIII/25/2013 tertanggal 3 September 2013, otoritas pajak mengajukan Permohonan PK secara tertulis ke Kepaniteraan Pengadilan Pajak pada 18 Desember 2013.

Pokok sengketa atas perkara ini ialah koreksi dasar pengenaan pajak (DPP) PPh Pasal 4 ayat (2) masa pajak Januari sampai dengan Desember 2008 atas dana titipan untuk pembayaran sewa lahan senilai Rp832.095.000,00 yang tidak dipertahankan Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Pendapat Pihak yang Bersengketa
PEMOHON PK menyatakan keberatan atas dalil Majelis Hakim Pengadilan Pajak. Pemohon melakukan koreksi karena adanya objek PPh Pasal 4 ayat 2 yang dinilai belum dipotong. Pemohon PK tidak dapat memperoleh bukti-bukti pendukung yang menjelaskan bahwa telah dilakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2).

Dalam perkara ini, Termohon sebagai subkontraktor dari pihak PT X dan PT Y untuk pembangunan BTS. Atas proyek pembangunan BTS ini, PT X dan PT Y memutuskan untuk menyewa lahan. Selanjutnya, PT X dan PT Y menitipkan sejumlah uang kepada Termohon untuk membayar sewa lahan yang dimaksud kepada pemilik lahan. Hal ini dibuktikan dengan data rekening koran yang menunjukkan adanya pengiriman uang dari PT X dan PT Y ke Termohon PK.

Menurut Pemohon PK, uang titipan yang digunakan untuk membayar sewa lahan merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) final. Dengan demikian, Termohon mempunyai kewajiban melakukan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) terkait pembayaran sewa lahan tersebut. Namun, berdasarkan penelitian, transaksi tersebut tidak ada bukti potongnya.

Sebagai tambahan informasi, pada proses pemeriksaan dan keberatan, Pemohon sudah mengajukan permintaan data kepada Termohon terkait transaksi yang dilakukan, tetapi Termohon tidak memberikannya. Merujuk fakta tersebut, Termohon PK tidak melaksanakan kewajibannya perpajakannya.

Sebaliknya, Termohon PK tidak menyetujui seluruh dalil Pemohon. Perlu diketahui terlebih dahulu bahwa pihaknya merupakan perusahaan yang bergerak di bidang usaha konstruksi tower. Adapun kegiatan usaha yang dilakukan, meliputi jasa survei lokasi BTS, pengurusan perizinan, dan pembangunan Menara BTS.

Dalam hal pembayaran sewa lahan, Termohon hanya berperan sebagai perantara untuk pembayaran sewa. Pihaknya menyatakan bahwa sejumlah dana yang dititipkan PT X dan PT Y untuk membayar sewa lahan diberikan dalam jumlah neto. Dengan begitu, pihak pemungut atau pemotong PPh Pasal 4 ayat (2) final ialah PT X dan PT Y.

Selain itu, sebagian uang yang dikirimkan dari PT X dan PT Y tidak semuanya dialokasikan untuk sewa lahan. Terdapat sebagian uang yang digunakan untuk kompensasi gangguan kenyamanan pemilik properti sehubungan dengan dilakukannya pembangunan tower BTS.

Pertimbangan Mahkamah Agung
MAHKAMAH Agung berpendapat bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon PK tidak dapat dibenarkan. Putusan Pengadilan Pajak yang menyatakan mengabulkan seluruhnya permohonan banding sudah tepat dan benar. Terdapat dua pertimbangan Majelis Hakim Agung sebagai berikut.

Pertama, koreksi DPP PPh Pasal 4 ayat (2) Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2008 atas dana titipan untuk pembayaran sewa lahan tidak dapat dibenarkan. Setelah meneliti dan menguji kembali dalil-dalil yang diajukan dalam persidangan, dalil Pemohon PK tidak dapat menggugurkan fakta-fakta dan melemahkan bukti-bukti yang terungkap dalam persidangan serta pertimbangan hukum Majelis Hakim Pengadilan Pajak.

Kedua, dalam perkara ini, Termohon PK hanya berperan sebagai perantara atau agen pembayaran sewa lahan. Sejumlah dana yang dititipkan PT X dan PT Y kepada Termohon untuk pembayaran sewa lahan diberikan dalam jumlah neto. Kewajiban pemungutan dan pemotongan PPh Pasal 4 ayat (2) dilakukan oleh PT X dan PT Y.

Berdasarkan pertimbangan di atas, permohonan PK yang diajukan oleh Pemohon PK tidak beralasan sehingga harus ditolak. Pemohon PK dinyatakan sebagai pihak yang kalah dan dihukum untuk membayar biaya perkara.  

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.