Trismayarni Elen,
SALAH satu upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatan penerimaan pajak adalah menumbuhkan kesadaran pajak bagi generasi muda, terutama bagi mahasiswa. Hal ini antara lain ditempuh dengan mendirikan tax center di perguruan tinggi di Indonesia.
Namun, melansir atpetsi.or.id, sejak tax center pertama berdiri di Universitas Padjajaran pada 2004, sampai sekarang hanya 40% tax center yang aktif dari 180 tax center. Kondisi ini jauh dari harapan. Tujuan mengedukasi generasi muda untuk sadar pajak masih perlu usaha lebih maksimal.
Dalam kondisi pandemi ini, sudah pasti tax center semakin tidak maksimal. Sebenarnya jika akademisi berharap tax center dapat meningkatkan pemahaman mahasiswa akan pajak, justru saat ini adalah masa yang tepat bagi mahasiswa untuk berperan menggerakkan tax center.
Ada data responden yang menarik dari riset tim Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) dan Universitas Trisakti tentang kebutuhan jasa akuntan publik. Dalam riset tersebut, ada 529 responden yang tersebar di 410 perusahaan skala menengah dan besar di beberapa provinsi.
Dari seluruh responden itu, sebanyak 508 responden berada di departemen finance/accounting/tax dan 75% dari responden merupakan lulusan akuntansi. Data ini menunjukan sarjana akuntansi kita mayoritas terserap di departemen finance perusahaan-perusahaan tersebut.
Dari hasil Sensus Ekonomi 2016 Badan Pusat Statistik, jumlah perusahaan di Indonesia tercatat 26,7 juta. Bila dibedakan menurut skala usaha, sebanyak 98,33% atau 26,26 juta usaha berskala usaha mikro kecil dan 450.000 perusahaan berskala usaha menengah besar.
Jika kita bandingkan antara jumlah perusahaan dan serapan sarjana akuntansi, maka sekitar 337.500 sarjana akuntansi berada di departemen finance perusahaan skala menengah besar dengan asumsi 1 perusahaan memiliki 1 karyawan di departemen finance.
Dengan kondisi itu, kita perlu mengetahui apa permasalahan yang dihadapi tenaga finance di perusahaan yang mayoritas ditempati sarjana akuntansi, agar dapat membuka jalan bagi tax center untuk mempersiapkan mahasiswa sebagai bekal mereka ketika lulus nanti.
Kemampuan Teknis
UNTUK itu, ada beberapa hal yang perlu diketahui. Pertama, perusahaan skala kecil dan menengah jarang yang memecah departemen finance/accounting dengan tax, biasanya bergabung dengan departemen finance/accounting.
Kedua, perusahaan skala kecil dan menengah biasanya lebih fokus ke pengembangan bisnis, sehingga posisi finance akan lebih mendukung pergerakan bisnis perusahaan. Karena itu, banyak perusahaan enggan mengeluarkan dana lebih untuk biaya seperti konsultan pajak.
Ketiga, sarjana akuntansi tidak punya kemampuan teknis karena tidak memiliki kesempatan magang dan melihat siklus akuntansi dan perpajakan. Kalaupun magang, biasanya hanya pada 1 perusahaan dan tidak mungkin mengakses siklus akuntansi itu karena merupakan rahasia perusahaan.
Pada kondisi resesi ini, mahasiswa akuntansi bisa lebih banyak mengetahui kasus-kasus perusahaan terutama usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melalui tax center, jika tax center juga membuka ruang konsultasi gratis bagi UMKM. Jadi, bukan hanya mengedukasi dan sosialisasi.
Sudah pasti ruang konsultasi ini disambut baik pelaku usaha terutama skala kecil dan menengah yang masih menggunakan pencatatan akuntansi sederhana, mengingat saat ini mereka banyak mengalami kesulitan keuangan dan kecil kemungkinan mereka menggunakan jasa konsultan pajak.
Konsultasi bisa dilakukan mahasiswa didampingi dosen yang berpengalaman sekaligus menjalankan pengabdian kepada masyarakat. Seperti Fakultas Kedokteran yang membuka klinik berbiaya murah untuk praktik mahasiswa, atau Fakultas Hukum yang memiliki Lembaga Bantuan Hukum.
Harapannya, semakin banyak mahasiswa menangani kasus pajak yang terikat dengan siklus akuntansi, maka mereka tidak hanya sekadar sadar akan pajak, tetapi juga semakin kuat pemahaman teknisnya mengenai aturan perpajakan sekaligus praktik perpajakan di Indonesia.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.