Dirjen Pajak Robert Pakpahan.
JAKARTA – Tak butuh waktu lama bagi pria 58 tahun ini untuk menyesuaikan diri di Ditjen Pajak (DJP), begitu Presiden Joko Widodo menetapkan pria kalem kelahiran Tanjung Balai, 20 Oktober 1959 tersebut sebagai Dirjen Pajak menggantikan Ken Dwijugiasteadi yang pensiun 1 Desember 2017.
Maklum, alumnus STAN dan peraih PhD ekonomi dari University of North Carolina ini lama mengabdi di DJP dan menempati berbagai posisi, sebelum pada 2013 dikenal sebagai Dirjen Pengelolaan Utang (sejak 2015 menjadi Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko), hingga akhirnya kini kembali ke DJP.
Lalu, apa prioritas mantan Direktur Potensi dan Sistem Perpajakan DJP serta Direktur Transformasi Proses Bisnis DJP ini? Apa visinya terhadap reformasi pajak? Untuk mengetahui lebih jauh, paruh Desember ini InsideTax mewawancarai Dirjen Pajak Robert Pakpahan. Berikut petikan wawancaranya:
Sampai tutup tahun ini, apa yang akan Anda lakukan?
Dalam jangka pendek ini terutama menghadapi tutup tahun, fokus kami adalah untuk mengatasi defisit anggaran. Jadi, mengamankan target penerimaan. Untuk itu, upaya yang kami lakukan adalah sesuatu yang sudah standar dilakukan selama ini, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi.
Namun, kualitas dari upaya-upaya tersebut yang akan kami tingkatkan. Jadi, tetap pada sesuatu yang biasa dilakukan Ditjen Pajak (DJP). Jadi, tidak terlalu ekstra. Kami hanya melakukan tugas kami sehari-hari, tetapi dengan lebih teliti, cermat, dengan memantau setiap perkembangan hari per hari.
Anda terlihat sangat optimistis. Kenapa?
Kegiatan atau belanja pemerintah itu volume paling besarnya kan ada di bulan Desember. Di samping itu juga pengeluaran rumah tangga bertambah karena ada perayaan Hari Natal. Jadi, kami harapkan bulan Desember ini bisa memberikan kontribusi penerimaan yang tinggi.
Kami sangat yakin dengan outlook realisasi penerimaan pajak 2017. Walaupun tidak akan mencapai target 100%, tetapi sudah berhasil membuat APBNP 2017 mendarat dengan aman, karena outlook defisit anggarannya sesuai dengan prediksi, yaitu 2,6%-2,7% terhadap produk domestik bruto.
Banyak yang memprediksi penerimaan tahun ini di bawah 90%?
Untuk prediksi penerimaan hingga akhir tahun, ya saya tidak bisa menyebutkan. Kita lihat saja nanti.
Bagaimana dengan prediksi penerimaan 2018?
Kami optimistis dengan pencapaian penerimaan tahun depan, terutama karena ada berbagai faktor yang mendukung, antara lain kebijakan pendukung seperti Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2017 yang merupakan amanat UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.
Kemudian masih ada UU Nomor 9 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Dengan UU tersebut, kami dapat membangun basis data dari data lembaga keuangan dan institusi-institusi lainnya dan memanfaatkannya untuk kepentingan perpajakan.
Selanjutnya ada Program PASFINAL atau yang disebut dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 165/PMK.03/2017 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 118/PMK.03/2016 tentang Pelaksanaan UU Pengampunan Pajak. PMK ini kan berpasang-pasangan dengan PP 36/2017.
Tetapi, kami juga menerima banyak kritikan terhadap PMK 165/2017 yang dianggap seakan-akan memburu peserta tax amnesty. Tapi itulah bentuk reformasi pajak, yang dari sisi yang lain juga akan kami lanjutkan karena kan memang sudah ada beberapa pilar itu yang di-address.
Mengenai reformasi pajak, apa yang Anda pahami?
Reformasi pajak ini intinya membenahi institusi perpajakan, mulai dari organisasi dan sumber daya manusia, sistem informasi, basis data dan proses bisnis, peraturan perundang-undangan, lalu sinergi antarlembaga, serta bagaimana kepatuhan wajib pajak bisa ditingkatkan.
Kondisi yang diharapkan dari agenda reformasi itu adalah institusi perpajakan yang kuat, kredibel dan akuntabel yang mempunyai proses bisnis efektif dan efisien untuk menghasilkan penerimaan negara yang optimal, dengan didukung sinergi antarlembaga dan kepatuhan wajib pajak yang tinggi.
Itulah sebabnya, reformasi pajak ini harus berhasil. Ada 5 pilar reformasi yang akan terus kami jalankan. Pertama, organisasi yang arahnya untuk dapat membentuk struktur organisasi DJP yang lebih ideal atau best and fit.
Kedua, sumber daya manusia yang profesional, kompeten, kredibel. Selanjutnya ketiga, teknologi informasi dan basis data untuk menciptakan suatu system informasi perpajakan yang dapat diandalkan. Keempat, proses bisnis yang kian sederhana. Kelima, perbaikan peraturan atau regulasi yang berkepastian hukum. (Bsi)
Simak wawancara Dirjen Pajak Robert Pakpahan selengkapnya dalam majalah InsideTax edisi khusus akhir tahun di sini.
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.