PAJAK INTERNASIONAL (21)

Penghasilan Akademisi

Darussalam
Jumat, 30 September 2016 | 09.31 WIB
ddtc-loaderPenghasilan Akademisi
Managing Partner DDTC

PADA DASARNYA, ketentuan mengenai pemajakan atas penghasilan akademisi tidak terdapat dalam dalam OECD Model dan UN Model. Namun, berbeda dengan OECD Model dan UN Model, ASEAN Model telah memiliki pasal yang secara khusus mengatur pemajakan atas penghasilan yang diterima dosen dan peneliti, yaitu melalui Pasal 21.

Berdasarkan rumusan Pasal 21 ASEAN Model, ketentuan pemajakan penghasilan dosen dan peneliti dalam pasal ini berlaku apabila beberapa persyaratan berikut terpenuhi, yaitu:

  1. Sebelum melakukan kunjungan ke negara sumber sehubungan dengan adanya undangan dari universitas, sekolah atau institusi pendidikan yang sejenis, individu tersebut merupakan subjek pajak dalam negeri di negara asalnya;
  2. Individu tersebut hadir di negara tempat bekerja (negara sumber) tidak lebih dari periode 2 tahun; dan
  3. Individu tersebut hadir di negara tempat bekerja (negara sumber) semata-mata untuk tujuan mengajar dan/atau penelitian.

Dalam hal ketiga syarat di atas telah terpenuhi maka pembayaran atas kegiatan mengajar dan/atau penelitian dibebaskan pajak di negara tempat bekerja (negara sumber) dan dipajaki di negara asalnya (negara domisili). Adapun pasal tentang akademisi tidak berlaku terhadap penghasilan dari penelitian yang sesungguhnya dilakukan untuk memberikan manfaat kepada pihak swasta atau orang pribadi.

Terlepas dari rumusan Pasal 21 ASEAN Model, menurut Luc De Broe (2015) walaupun dalam OECD Model dan UN Model tidak terdapat pasal yang mengatur pemajakan atas penghasilan akademisi, namun secara umum penghasilan yang diterima sehubungan dengan kegiatan akademis yang dilakukan hanya untuk sementara waktu (temporary period) serta tidak lebih dari dua tahun, dibebaskan dari pengenaan pajak di negara di mana aktivitas tersebut dilakukan (disebut juga dengan istilah ‘host state’ atau negara tempat bekerja).

Selain itu, dengan tidak adanya pasal yang secara khusus mengatur mengenai hal ini maka beberapa pasal dalam OECD Model dan UN Model dapat diterapkan. Hal ini sebagaimana juga disebutkan dalam literatur akademis yang menyatakan bahwa ketika suatu P3B tidak memiliki pasal yang mengatur mengenai dosen tamu dan guru maka ketentuan yang mungkin berlaku adalah Pasal 15 dalam hal akademisi melakukan pekerjaan di sektor swasta dan Pasal 19 dalam hal akademisi bekerja di sektor pemerintahan.

Selain Pasal 15 dan Pasal 19, pasal lainnya dalam OECD Model atau UN Model juga dapat diterapkan dalam menentukan pemajakan atas akademisi. Misal, Pasal 7 OECD Model dan Pasal 14 UN Model dapat diterapkan kepada peneliti yang melakukan pekerjaan bebas.

Apabila dibandingkan dengan pasal substantif lainnya dalam model P3B, yaitu Pasal 6 sampai Pasal 21, pasal tentang akademisi memiliki perbedaan yang cukup signifikan. Dalam Pasal 6 sampai Pasal 21 beberapa model P3B (OECD Model dan UN Model), secara tegas menetapkan alokasi hak pemajakan kepada suatu negara atas penghasilan tertentu.

Sedangkan dalam pasal tentang akademisi, tidak tampak disebutkan negara mana yang berhak memajaki atas pembayaran yang diterima oleh akademisi. Dengan kata lain, pasal tentang akademisi ini tidak memiliki alokasi hak pemajakan sebagaimana terdapat dalam Pasal 6 sampai Pasal 21 Model P3B. Pasal tentang akademisi tersebut lebih kepada pemberian fasilitas pembebasan (exemption) dari pengenaan pajak di negara tempat bekerja sepanjang persyaratan dalam pasal tersebut terpenuhi.

Kemudian, tidak seperti pasal tentang pemajakan atas pelajar atau mahasiswa, pasal mengenai pemajakan atas penghasilan akademisi tidak memerlukan syarat bahwa sumber pembayaran harus berada di luar negara di mana kegiatan mengajar atau penelitian dilakukan. Alasannya, pasal ini dirancang agar mengajar di luar negeri lebih menarik, sehingga tujuan pasal tentang akademisi ini adalah mendorong pertukaran akademik.

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.