Putu Panji Bang Kusuma Jayamahe,
APARATUR penyelenggara negara, seperti pejabat di instansi pemerintahan, kepala daerah, pimpinan BUMN, dan lainnya tentu tidak asing dengan 2 kewajiban pelaporan administrasi pada awal tahun. Keduanya adalah pelaporan LHKPN dan SPT Tahunan.
Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) merupakan laporan dalam bentuk dokumen tentang uraian dan perincian informasi mengenai harta kekayaan, data pribadi, penerimaan, pengeluaran, dan data lainnya atas harta kekayaan penyelenggara negara.
Laporan tersebut wajib disampaikan oleh seluruh pejabat penyelenggara negara kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan tersebut wajib disampaikan paling lambat pada 31 Maret tahun berikutnya.
Sementara Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan adalah surat yang digunakan wajib pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta serta kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan untuk suatu tahun pajak.
Dapat disimpulkan bahwa SPT Tahunan adalah sarana pelaporan pajak yang berisikan penghasilan, biaya, laba atau rugi, pajak yang terutang, kredit pajak, harta, serta kewajiban dalam suatu tahun pajak.
Setiap wajib pajak harus mengisi SPT Tahunan dengan benar, lengkap, dan jelas. Setelah diisi, SPT Tahunan disampaikan kepada Ditjen Pajak (DJP). Untuk wajib pajak orang pribadi, SPT Tahunan wajib dilaporkan sebelum 31 Maret tahun berikutnya.
Terdapat beberapa kesamaan antara LHKPN dan SPT Tahunan. Pertama, subjek. LHKPN merupakan suatu dokumen yang wajib dilaporkan oleh pejabat penyelenggara negara. Ketentuan tersebut juga berlaku untuk SPT Tahunan.
Kerena mendapatkan penghasilan, seluruh pejabat penyelenggara negara secara otomatis juga merupakan wajib pajak orang pribadi. Jadi, dapat disimpulkan semua pejabat penyelenggara negara yang wajib melaporkan LHKPN juga wajib melaporkan SPT Tahunan.
Kedua, objek. Terdapat 4 aspek yang sama dalam pelaporan LHKPN dan SPT Tahunan. Keempat aspek tersebut adalah penghasilan/pemasukan, biaya/pengeluaran, aset/harta, serta utang/kewajiban. Dengan sebutan apapun, substansi keempat aspek itu sama. Terlebih, setiap aspek tidak dapat diakui secara ganda oleh berbagai pihak.
Misalnya, penghasilan seorang kepala dinas tidak akan mungkin diterima dan diakui 2 orang atau lebih. Begitu pula dengan kepemilikan aset vila. Jika ada 2 pihak yang mengakui kepemilikan vila tersebut, tentu akan menjadi sengketa dan harus dibawa ke lembaga peradilan.
Ketiga, ketentuan formal lainnya. Pelaporan LHKPN dan SPT Tahunan memiliki batas akhir yang sama, yaitu 31 Maret tahun berikutnya. Kini, LHKPN sudah bisa disampaikan secara elektronik. Wajib pajak orang pribadi berstatus sebagai ASN juga telah diwajibkan melaporkan SPT Tahunan secara elektronik.
Kesamaan lainnya adalah LHKPN dan SPT Tahunan juga sering dijadikan syarat dalam berbagai kebutuhan administrasi penyelenggaraan negara, seperti kenaikan pangkat, kenaikan jabatan, hingga pencalonan diri dalam Pilkada atau Pemilu.
KESAMAAN paling subtansial dari LHKPN dan SPT Tahunan adalah keduanya merupakan dokumen laporan. Adapun laporan merupakan sebuah data yang dibuat sebagai bentuk pertanggungjawaban sekaligus sebagai sarana pengawasan bagi entitas berwajib.
Berdasarkan pada beberapa kesamaan tersebut, sudah seyogyanya Kementerian Keuangan – dalam hal ini DJP – bersama dengan KPK menyiapkan jalan tengah agar kedua laporan tersebut dapat terintegrasi. Laporan yang memiliki kesamaan sudah saatnya diselaraskan agar sinkron.
Sinkronisasi antara LHKPN dan SPT Tahunan akan memberi berbagai dampak positif. Bagi para penyelenggara negara, hal ini akan mengurangi beban administrasi. Pelaporan yang biasanya harus dilakukan 2 kali bisa berubah menjadi 1 kali. Beban administrasi dalam pembuatan dokumen akan berkurang dan kualitas dokumen makin meningkat.
Sinkronisasi kedua dokumen, beserta data dan informasi yang ada di dalamnya, akan mempermudah kolaborasi kedua instansi dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Birokrasi dalam pertukaran data dan informasi dapat dipangkas, sehingga waktu penyelesaian permintaan data dan informasi untuk pengawasan lebih cepat.
Pada akhirnya, sinkronisasi antara LHKPN dan SPT Tahunan akan membuat tugas dan fungsi DJP serta KPK sebagai instansi pengawas akan makin optimal. Pengawasan DJP terhadap wajib pajak yang makin optimal akan bermuara pada peningkatan penerimaan negara.
Begitu pula dengan pengawasan KPK juga akan makin optimal untuk menekan tingkat korupsi. Hal ini akan bermuara pada berkurangnya kerugian negara. Dengan kata lain, sinkronisasi antara LHKPN dan SPT Tahunan dapat meningkatkan penerimaan negara sekaligus mengurangi kerugian negara.