KONSULTASI PAJAK

Hitung PPh Jasa Penerjemah dengan NPPN, Bagaimana Ketentuannya?

DDTC Fiscal Research and Advisory
Senin, 07 April 2025 | 08.00 WIB
ddtc-loaderHitung PPh Jasa Penerjemah dengan NPPN, Bagaimana Ketentuannya?

Abiyoga Sidhi Wiyanto,

Specialist of DDTC Fiscal Research & Advisory

Pertanyaan:

PERKENALKAN, saya Sandra. Saat ini saya melakukan pekerjaan bebas sebagai penerjemah bahasa di Denpasar. Selama ini, saya menghitung pajak penghasilan (PPh) terutang dengan menggunakan rezim umum PPh yang berlaku.

Saya mendengar bahwa penghitungan PPh atas penghasilan yang saya terima berkaitan dengan pekerjaan saya tersebut dapat menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN). Sebagai informasi, keseluruhan penghasilan atas pekerjaan saya tersebut kurang dari Rp4,8 miliar setahun. Bagaimana ketentuan dan mekanismenya? Mohon penjelasannya. Terima kasih.

Sandra, Denpasar

Jawaban:

TERIMA kasih Ibu Sandra atas pertanyaannya. Sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan s.t.d.t.d Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang (UU PPh s.t.d.t.d. UU Ciptaker) disebutkan bahwa:

(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dengan syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan.”

Berdasarkan ketentuan tersebut, bagi wajib pajak orang pribadi (OP) yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dapat menggunakan pedoman norma pengitungan penghasilan neto (NPPN) untuk menghitung penghasilan netonya.

Dengan demikian, Ibu dapat menggunakan NPPN atas penghasilan yang diterima berkaitan dengan pekerjaan yang dilakukan jika memenuhi syarat yang telah disebutkan.

Adapun ketentuan mengenai kewajiban dalam rangka penggunaan NPPN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-17/PJ/2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto (PER-17/2015).

Pasal 1 ayat (2) PER-17/2015 berbunyi sebagai berikut:

“(2) Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang peredaran brutonya dalam 1 (satu) tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) wajib menyelenggarakan pencatatan, kecuali Wajib Pajak yang bersangkutan memilih menyelenggarakan pembukuan.”

Dalam ketentuan di atas, terdapat kewajiban pencatatan bagi wajib pajak OP yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak. Kemudian, merujuk pada Pasal 1 ayat (3) PER-17/2015, penghitungan penghasilan dengan NPPN tidak dilakukan atas penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat final.

Kembali ke pertanyaan Ibu, merujuk pada Pasal 2 ayat (1) PER-17/2015 terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi jika wajib pajak ingin menggunakan NPPN. Pertama, wajib memberitahukan penggunaan NPPN pada Direktur Jenderal Pajak paling lambat tiga bulan sejak awal tahun pajak atau pada 31 Maret.

Lihat juga ‘Pemberitahuan NPPN Paling Lambat 31 Maret Ini Konsekuensi Kalau Telat.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) PER-17/2015 disebutkan bahwa pemberitahuan yang disampaikan oleh wajib pajak OP dalam jangka waktu tersebut dianggap disetujui kecuali berdasarkan hasil pemeriksaan ternyata wajib pajak tidak memenuhi persyaratan untuk menggunakan NPPN.

Jika ketentuan dipenuhi, wajib pajak akan memperoleh Bukti Penerimaan Surat (BPS). BPS atas pemberitahuan NPPN tersebut hanya bisa digunakan untuk 1 tahun pajak. Untuk itu, wajib pajak harus mengajukan pemberitahuan NPPN lagi untuk tahun pajak berikutnya.

Kedua, wajib menyelenggarakan pencatatan. Jika wajib pajak tidak melakukan pemberitahuan terkait penggunaan NPPN hingga batas waktu yang ditentukan, wajib pajak akan dianggap memilih untuk menyelenggarakan pembukuan yang berarti tidak dapat lagi menggunakan NPPN untuk menghitung penghasilan neto pada tahun pajak berikutnya.

Sebagai informasi, besaran persentase NPPN untuk profesi penerjemah berdasarkan Lampiran I PER-17/2015 dengan kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) 85493 adalah 30% untuk 10 ibukota provinsi di Indonesia, 27,5% untuk ibukota provinsi lainnya, dan 25% untuk daerah lainnya. Berdasarkan lokasi Ibu saat ini, yaitu Denpasar, tergolong dalam 10 ibukota provinsi di Indonesia dengan ketentuan persentase NPPN sebesar 30%.

Selanjutnya, penghasilan neto perlu dihitung terlebih dahulu dalam rangka penghitungan jumlah pajak terutang. Penghasilan neto didapat dengan mengalikan persentase NPPN yang berlaku dengan penghasilan bruto yang Ibu terima.

Pada tahap selanjutnya, penghasilan neto tersebut perlu dikurangi terlebih dahulu dengan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) sesuai kondisi Ibu untuk mendapatkan penghasilan kena pajak (PKP). Terakhir, besaran PPh Pasal 21 yang terutang dihitung dengan cara mengalikan PKP dengan tarif PPh pada Pasal 17 ayat (1) UU PPh s.t.d.t.d. UU Ciptaker.

Sebagai ilustrasi, diasumsikan bahwa Ibu berstatus tidak kawin dan tanpa tanggungan (TK/0) memiliki penghasilan bruto dari pekerjaan tersebut sebesar Rp240 juta dalam setahun. Besaran persentase NPPN yang berlaku di Denpasar yaitu sebesar 30%. Berikut contoh perhitungan PPh yang terutang.

Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi hadir setiap pekan untuk menjawab pertanyaan terpilih dari pembaca setia DDTCNews. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan mengirimkannya ke alamat surat elektronik [email protected]. (sap)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
lily halim
baru saja
Apakah ketentuan dan kalkulasi dari NPPN diatas dapat diterapkan untuk badan usaha CV untuk pendapatan atas jasa ?