ISU transfer pricing sudah bukan menjadi hal yang asing dalam beberapa tahun terakhir. Indonesia sendiri, gaung tentang semakin pentingnya transfer pricing ditandai dengan kehadiran PMK-213/2016, PER-29/PJ/2017, hingga baru-baru ini PMK-22/2020 tentang Kesepakatan Harga Transfer yang juga mengatur tentang penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha.
Terdapat satu konsep dalam prinsip kewajaran dan kelaziman usaha yang sudah tidak asing, yaitu analisis kesebandingan (comparability analysis). Mengutip dari PER-43/PJ/2010 jo. PER-32/PJ/2011, analisis kesebandingan adalah:
“... analisis yang dilakukan oleh Wajib Pajak atau Direktorat Jenderal Pajak atas kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara Wajib Pajak dengan pihak yang mempunyai Hubungan Istimewa untuk diperbandingkan dengan kondisi dalam transaksi yang dilakukan antara pihak-pihak yang tidak mempunyai Hubungan Istimewa, dan melakukan identifikasi atas perbedaan kondisi dalam kedua jenis transaksi dimaksud.”
Definisi analisis kesebandingan di atas sejalan dengan OECD Transfer Pricing Guidelines (OECD TPG). Namun pada praktiknya, analisis kesebandingan cenderung diartikan terbatas pada tahapan membandingkan transaksi afiliasi dengan transaksi independen. Lantas, apakah tahapan analisis kesebandingan itu sendiri hanya mencerminkan hal yang bersifat perbandingan?
Jawabannya adalah tidak. Perbandingan antara transaksi afiliasi dan independen hanya merupakan keluaran (output) dari analisis kesebandingan itu sendiri, bukan mencakup keseluruhan tahapan analisis kesebandingan.
Berdasarkan Paragraf 3.4 OECD TPG 2017, analisis kesebandingan terdiri atas sembilan tahapan. Pertama, penentuan periode analisis. Kedua, analisis yang komprehensif atas kondisi wajib pajak. Ketiga, pemahaman atas transaksi afiliasi. Keempat, menelaah pembanding internal, jika ada. Kelima, menentukan ketersediaan informasi mengenai pembanding eksternal. Keenam, pemilihan metode transfer pricing yang paling sesuai. Ketujuh, identifikasi pembanding yang potensial. Kedelapan, melakukan penyesuaian kesebandingan jika diperlukan. Kesembilan, interpretasi dan penggunaan data yang telah dikumpulkan sekaligus penentuan aspek kewajaran.
Sembilan tahapan di atas dapat dikelompokkan menjadi dua aspek utama analisis kesebandingan (Good dan Hedlund, 2015). Berdasarkan Paragraf 1.33 OECD TPG 2017, dua aspek yang dimaksud adalah pertama, menjabarkan dan mendeskripsikan transaksi afiliasi secara aktual (berdasarkan kondisi yang sebenarnya) menggunakan karakteristik yang relevan secara ekonomi (economically relevant characteristics) atau lebih dikenal dengan faktor kesebandingan. Aspek ini mencakup tahapan 1-3 analisis kesebandingan.
Aspek kedua, membandingkan transaksi afiliasi yang telah dijabarkan pada aspek pertama dengan transaksi independen menggunakan faktor kesebandingan untuk kemudian menentukan remunerasi atau harga yang telah memenuhi prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Aspek ini mencakup tahapan 4-9 analisis kesebandingan.
Jika dicermati, aspek pertama memfokuskan analisis terhadap wajib pajak dan transaksi afiliasi yang sedang diuji, sedangkan aspek kedua mencakup perbandingan transaksi afiliasi dengan independen yang sebanding.
Lebih lanjut, ilustrasi atas kedua aspek tersebut adalah sebagai berikut:
Berdasarkan ilustrasi di atas, tahapan analisis kesebandingan dapat diibaratkan sebagai ‘payung besar’ penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha. Analisis industri, analisis grup usaha wajib pajak, termasuk analisis rantai nilai (value chain analysis) merupakan bagian dari tahapan kedua analisis kesebandingan, yaitu analisis yang komprehensif atas kondisi wajib pajak (Cooper, et al, 2016).
Sementara itu, analisis fungsional merupakan salah satu karakteristik yang relevan secara ekonomi atau faktor kesebandingan yang digunakan dalam kedua aspek. Dengan demikian, tidak terdapat tahapan analisis transfer pricing yang tidak termasuk kedalam sembilan tahapan analisis kesebandingan.
Dilihat dari sudut pandang sempit, analisis kesebandingan yang diartikan sebagai proses perbandingan transaksi afiliasi dan independen hanya merupakan aspek kedua dari keseluruhan tahapan analisis kesebandingan. Padahal, analisis kesebandingan dimulai dari aspek pertama yang berfokus pada wajib pajak dan transaksi afiliasi.
Beleid terbaru PMK-22/2020 yang juga memuat penerapan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha seolah mengamini hal ini. Pasal 12 ayat (3) huruf ‘a’ PMK-22/2020 mengatur bahwa tahapan awal dari analisis kesebandingan adalah dengan memahami karakteristik transaksi afiliasi yang sedang diuji. Tahapan ini identik dengan aspek pertama dari analisis kesebandingan.