DERASNYA arus finansial global ke berbagai negara telah menyedot perhatian internasional terhadap institusi keuangan ataunonkeuangan yang berkaitan dengan kegiatan pertukaran mata uang asing. Maklum, kegiatan tersebut memang rentan spekulasi untuk mengumpulkan kekayaan.
Kegiatan yang dilakukan oleh spekulan itu dapat merusak pasar keuangan di suatu negara karena sifatnya yang jangka pendek. Di sisi lain, kegiatan pertukaran mata uang asing juga tidak dapat dipisahkan dengan transaksi keuangan. Keduanya memiliki unsur lintas batas negara.
Untuk mencegah unsur spekulasi itu, beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS), beberapa anggota G-20, dan negara anggotaUni Eropa, telah mengenakan pajak terhadap transaksi instrumen keuangan (Financial Transaction Tax/FTT). Komisi Uni Eropa jugatelah membuat proposal FTT sejak 2011.
Namun, belum banyak negara yang menerapkan pajak pertukaran mata uang asing (tobintax), termasuk Indonesia. Tobin tax merupakan jenis pajak yang namanya diambil dari peraih nobel James Tobin dari AS. Tobin berpendapat pertukaran mata uang asing harus dikenai pajak agar mengurangi tujuan spekulasi.
Ide pertukaran mata uang asing kemudian berkembang hingga mencakup pemajakan instrumen keuangan lain, seperti saham, obligasi, dan produk keuangan lain. Tobin tax ini dikenakan pada aliran uang ‘panas’ yang dilakukan dalam jangka waktu pendek (Biddlel dan Grant, 1994).
Pelajaran bagi Indonesia
ADA beberapa pelajaran yang dapat ditarik Indonesia dari pengalaman berbagai negara menerapkan tobin tax. Pertama, tobin taxdapat membantu institusi keuangan memperoleh dana segar akibat bertindak sebagai pengambil risiko yang meminjamkan kredit (Michalos, 1997).
Pasar keuangan dapat saja mengalami fluktuasi harga saham, obligasi, dan instrumen keuangan sejenis. Untuk itu, tobin taxdikenakan pada aliran uang ‘panas’ dalam jangka pendek (Biddlel dan Grant, 1994) dan pada setiap pertukaran mata uang asing yang melekat pada instrumen keuangan.
Selain itu, tobin tax memiliki lima karakteristik yang canggih, yaitu. (i) sistem tobin tax dapat diterapkan di seluruh yuridisksi; (ii) tarifnya dapat disamakan dengan pasar; (iii) secara prinsip, penegakan tobin tax yang bersifat universal dan seragam akan bergantung pada bank-bank dan yurisdiksi di negara yang menerapkan tobin tax;
Kemudian (iv) pengawasan ketentuan domestik negara yang menerapkan tobin tax akan menjadi tanggung jawab lembaga keuangan internasional, seperti International Monetary Fund atau Bank for International Settlement; dan (v) adanya penerapan sanksi bagi negara yang lalai memenuhi kewajibannya terkait dengan pelaksanaan tobin tax.
Kedua, tobin tax juga dapat menjaga stabilitas pasar keuangan. Tobin tax memiliki karakteristik yang sama dengan FTT (Seely, 2014). Spekulan akan menanggung beban pajak yang cukup besar ketika ia membeli atau menjual instrumen keuangan dalam jumlah yang besar meskipun tarif FTT kecil (Schulmeister, 2012).
Karakter ini menyerupai tarif tobin tax yang berkisar 0,1% hingga 0,5% untuk seluruh instrumen transaksi keuangan (Kasa, 1999). Terlebih lagi, jika perdagangan instrumen keuangan tersebut berlangsung dalam jangka waktu yang pendek.
Ketiga, beban tobin tax akan meningkat tinggi hanya bagi perdagangan yang jumlah transaksi instrumen keuangannya tinggi. Penyebabnya, tidak tertutup kemungkinan dasar pengenaan pajak (DPP) tobin tax menggunakan DPP FTT.
DPP FTT adalah total nilai yang disetujui di atas kontrak yang jumlah nilai tersebut ditetapkan untuk masa datang (notional value) (Coulter, Mayer, dan Vickers, 2014). Oleh karena itu, orang pribadi atau perusahaan akan menanggung beban tobin tax seiring dengan besarnya jumlah transaksi perdagangan instrumen keuangan (Kasa, 1999).
Pengalaman Italia
KEEMPAT, tobin tax dapat berfungsi sebagai sumber penerimaan negara. Salah satu negara yang dapat menjadi contoh yaitu Italia.Pemerintah Italia menerapkan tobin tax bukan karena menghadapi tarif pertukaran mata uang asing yang tidak stabil pada 2013,melainkan karena ia menghadapi krisis utang, kompetisi perdagangan yang tidak stabil, dan lemahnya sektor perbankan (Kagan, 2018). Oleh karena itu, ketika tobin tax diterapkan, Pemerintah Italia dapat memperoleh peningkatan penerimaan dan menurunkan tingkat kegiatan spekulasi di pasar keuangannya.
Dalam konteks ini, pemerintah perlu menentukan apakah tujuan dari penerapan tobin tax. Kebijakan yang dilakukan haruslah dilakukan secara menyeluruh, seperti jenis instrumen keuangan yang akan dikenai tobin tax dan berapa besar tarif tobin tax.
Meski demikian, alangkah baiknya jika desain kebijakan tobin tax bersifat adil sehingga iklim penanaman modal di Indonesia tidak terganggu. Dengan demikian, pemerintah dapat memperoleh penerimaan negara tanpa mengganggu iklim investasi yang memang dibutuhkan saat ini.*