BLOCKCHAIN merupakan suatu teknologi berupa data catatan transaksi yang tersebar luas di jaringan, atau disebut juga distributed ledger. Data tersebut akan didistribusikan secara kriptografis dengan pengamanan dari berbagai pihak dalam suatu jaringan. Dasar dalam teknologi ini menggunakan sistem peer-to-peer (P2P) yang mana teknologi tersebut dapat mengatasi kurangnya kepercayaan antarpihak yang bertransaksi (Sim et al., 2017).
Konsep dari blockchain atau distributed ledger technology (DLT), yaitu ketika terjadi suatu transaksi pembayaran maka transaksi tersebut akan dicatat oleh seluruh pihak dalam DLT dengan nominal yang sama.
Transaksi yang telah dicatat tidak dapat dihapus atau dibatalkan bahkan tidak dapat diubah. Ketika salah satu server pihak DLT rusak atau down, maka tidak akan berpengaruh terhadap hilangnya catatan atas transaksi tersebut karena setiap transaksi tidak hanya dicatat oleh satu pihak DLT saja (WU/NET Team, 2017).
DLT dapat digunakan untuk tujuan bisnis tertentu yang divalidasi untuk jenis transaksi tertentu dan mengotomatisasi transaksi tersebut. Pembayaran untuk transaksi tertentu juga dapat diotomisasi jika kondisi terprogram. Adanya kemampuan tersebut dapat mendorong grup perusahaan multinasional (multinational enterprise/MNE) dalam transaksi transfer pricing (TP) terlepas dari kenyataan sifat transparan pada DLT.
DLT dapat berfungsi sebagai platform rantai pasokan sehubungan dengan produk/jasa tertentu dalam associated enterprise (AE). DLT akan memastikan pergerakan barang/jasa di seluruh rantai pasokan melalui pencatatan yang didistribusikan kepada semua pihak dalam rantai pasokan grup MNE.
Adanya transparansi tersebut akan memberikan efisiensi terkait operasional dan pengendalian internal. Contoh pengaplikasian DLT, yakni perusahaan A membutuhkan 2.000 ton bahan baku dari perusahaan B.
Perusahaan B merupakan perusahaan contract manufacturer yang mengenakan biaya dengan margin 15% untuk barang-barang yang diproduksi sesuai kebijakan TP grup MNE. Faktur yang telah sesuai dengan kebijakan TP grup MNE ketika dilakukan pembayaran akan secara otomatis terjadi perpindahan dari perusahaan A ke perusahaan B.
DLT dan Transfer Pricing
BERDASARKAN Paragraf 3.69 Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) Transfer Pricing Guidelines, pendekatan dalam menentukan harga transfer yang sesuai dengan prinsip kewajaran terbagi menjadi dua, yaitu: (i) the arm’s length price-setting approach (ex-ante approach) dan (ii) the arm’s length outcome-testing approach (ex-post approach).
Dalam pendekatan ex-ante, wajib pajak menerapkan prinsip kewajaran pada saat transaksi afiliasi dilakukan, sedangkan dalam pendekatan ex-post, wajib pajak menerapkan prinsip kewajaran setelah transaksi afiliasi dilakukan.
Kedua pendekatan ini sejatinya dapat dirancang dan diprogram ke dalam DLT. Prinsipnya, transaksi antarpihak yang memiliki hubungan istimewa akan dilakukan dan divalidasi hanya jika transaksi tersebut mematuhi kebijakan TP dan syarat serta ketentuan transaksi lainnya.
Transaksi intra-group lainnya yang berpotensi tinggi untuk menggunakan platform DLT adalah cash pooling. Cash pooling adalah metode untuk mengombinaskan likuiditas atau cadangan kas perusahaan-perusahaan di dalam satu grup dalam rangka pendistribusian seperti sentralisasi kas.
Cash pooling juga dapat diartikan sebagai instrumen yang popular untuk mengoptimalkan likuiditas di dalam sebuah grup MNE,dapat mengurangi pinjaman kepada pihak eksternal terutama bank, atau mengurangi biaya bunga pinjaman (Bakker & Levey, 2012).
Pengurangan bunga pinjaman dapat dicapai dengan cara melakukan konsentrasi dan alokasi terhadap likuiditas yang berada dalam grup MNE. Hal ini memungkinkan jika perusahaan di dalam grup mempunyai simpanan kas yang berlebih pada akunnya yang memperoleh bunga dengan tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan tingkat bunga yang akan dibayar oleh anggota grup lainnya yang memerlukan pinjaman dari bank.
Dengan menerapkan cash pooling system, kas yang dimiliki oleh perusahaan yang memiliki saldo positif disediakan untuk perusahaan yang memiliki saldo negatif dan hanya selisih tersebut yang diperlukan untuk dibiayai oleh bank.
Terdapat dua pendekatan yang digunakan pada cash pooling, yaitu notional cash pooling dan physical cash pooling. Pendekatan notional cash pooling merupakan pendekatan yang mana dana yang ada tidak dipindahkan tapi bank akan menghubungkan saldo dari berbagai akun dan membayar/mengenakan bunga pada saldo gabungan saja.
Pada physical cash pooling dana secara fisik dipindahkan ke dalam satu akun gabungan yang dikelola oleh cash pool leader (CPL). CPL akan menghimpun dan mendistribusikan dana dari anggota grup MNE yang memiliki saldo positif ke anggota grup perusahaan yang memiliki saldo negatif dengan tingkat bunga yang telah ditentukan sebelumnya oleh CPL.
Skema cash pooling tersebut jelas memberikan manfaat dari sinergisitas yang ada di dalam grup MNE. Di dalam OECD disebutkan bahwa manfaat dari sinergisitas semacam itu harus dibagikan di antara para pihak secara proporsional sesuai dengan kontribusi masing-masing (Chand, 2016).
Jika CPL bertindak sebagai bank internal, dapat dikatakan bahwa benefit dari cash pooling harus dialokasikan kepada CPL karena CPL melakukan fungsi-fungsi dan risiko yang substansial. Namun, ketika CPL hanya sebagai penyedia jasa maka CPL tidak berhak atas seluruh benefit dari cash pooling.
Benefit tersebut harus dialokasikan kepada seluruh pihak grup MNE sesuai dengan kontribusi masing-masing pihak. Misalnya saja ketika menggunakan metode notional cash pooling, bank akan membayar seluruh benefit (bunga atas saldo positif) kepada CPL.
Artinya, CPL sebagai penyedia jasa dapat mengambil sebagian atas benefit tersebut sebagai biaya jasa. Namun, sisa dari benefittersebut harus dibagikan kepada seluruh pihak grup MNE berdasarkan key allocation tertentu yang menunjukkan kontribusi dari masing-masing pihak seperti ukuran saldo akun entitas yang berbeda.
Dalam hal ini diperlukan metode yang tepat untuk mengukur kontribusi dari masing-masing pihak sehingga dapat memenuhi prinsip kewajaran. Metode yang dapat digunakan, yaitu profit split method (PSM).
Kontribusi DLT
PSM merupakan metode analisis penerapan prinsip kewajaran dengan menggunakan cara pandang pihak independen dalam membagi laba dari suatu transaksi dalam kondisi yang sebanding. Dalam menentukan harga pasar wajar dengan metode PSM, laba gabungan dari suatu transaksi afiliasi dibagikan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi afiliasi berdasarkan suatu basis ekonomi tertentu yang mencerminkan pembagian laba yang wajar yang selayaknya akan terjadi di antara pihak-pihak independen (Jindal, 2015).
Namun, dalam praktiknya terdapat kesulitan menentukan kontribusi dari masing-masing pihak menggunakan PSM. Nah, dalam hal inilah DLT dapat digunakan sebagai instrumen dalam menunjukkan kontribusi pada masing-masing pihak dalam grup MNE.
DLT menunjukkan potensi yang cukup besar. Pengembangan teknologi adalah proses yang berkelanjutan dan umumnya mengambil beberapa iterasi brainstorming dan peningkatan untuk memenuhi potensi tersebut.
Namun, dampak sudah dirasakan di beberapa operasi bisnis seperti perusahaan startup. Perusahaan-perusahaan tersebut secara aktif mengevaluasi penerapan aplikasi DLT dalam operasi bisnis mereka (Vaidya & Mehta, 2018).
Ketika ekonomi pajak dunia memasuki era pasca-BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) dengan kompleksitas tambahan, subjektivitas dan persyaratan pengungkapan, pentingnya teknologi dalam fungsi pajak MNE tidak dapat diabaikan.
Mengingat hal ini, dengan fitur-fitur yang dapat ditelusuri, transparansi, dan kelengkapan DLT dapat terbukti sebagai pendukung bisnis untuk mendukung hal-hal di atas dan secara signifikan dapat mengubah semua bidang perpajakan.*
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.