BERITA PAJAK HARI INI

Respons Perubahaan Pajak Global, Skema P3B Ditata Ulang

Redaksi DDTCNews
Rabu, 11 April 2018 | 09.14 WIB
Respons Perubahaan Pajak Global, Skema P3B Ditata Ulang

JAKARTA, DDTCNews – Langkah Ditjen Pajak sebagai upaya menata ulang kebijakan penghindaran pajak berganda (P3B) atau tax treaty dalam merespons perubahan lanskap pajak global mewarnai media nasional pagi ini, Rabu (11/4).

Kabar tersebut pun disambut oleh pengamat pajak dari DDTC yang menilai pemerintah perlu merespons secara cepat atas perubahan lanskap pajak internasional yang bergerak cepat. Respons itu berupa penyesuaian aturan P3B yang berkaitan dengan beberapa aspek utama.

Kabar lainnya masih datang dari Ditjen Pajak yang masih mengkaji aturan terkait pemotongan tarif pajak penghasilan (PPh) final terhadap peaku Usaha Kecil Menengah (UKM) dari 1% menjadi 0,5%. Sayangnya, pemerintah hingga saat ini masih menggodok aturan itu dan masih pada tahap finalisasi. 

Berikut ringkasannya:

  • DJP Rumuskan Aturan Tax Treaty RI: Aturan P3B yang kembali disesuaikan oleh Ditjen Pajak yakni berkenaan dengan skema tarif witholding tax, misalnya soal besaran tarif pajak atas dividen. Dengan skema itu, pemotongan pajak dilakukan secara langsung oleh pihak pemberi penghasilan. Pajak bunga, dividen dan royalti diatur dalam PPh Pasal 26 yakni pajak yang dipotong atas penghasilan uang wajib pajak luar negeri yang bersumber dari Indonesia selain Bentuk Usaha Tetap (BUT). Selain itu, cakupan P3B dengan sejumlah negara di Asia Tenggara juga sedang diperluas oleh Ditjen Pajak.
  • Perubaha Pajak Internasional Perlu Direspons Cepat: Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji mengatakan perubahan lanskap sistem pajak internasional yang dinamis perlu mendapat respons cepat dari pemerintah. Menurutnya hal itu bisa diartikan adanya kebutuhan bahwa Indonesia perlu meninjau ulang aturan P3B. Bawono menegaskan tujuan diadakannya P3B adalah untuk mencegah risiko adanya pemajakan berganda dalam transaksi lintas yurisdiksi, sehingga pemerintah perlu melihat aspek seperti kepastian alokasi hak pemajakan, reduced rate tariff witholding tax, serta pasal mengenai BUT.
  • Tarif PPh Final Diturunkan, Treshold Tetap Rp4,8 M: Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Suahasil Nazara mengatakan kebijakan untuk menurunkan tarif PPh Final UKM dalam Peraturan Pemerintah (PP) 46/2013 segera difinalisasi. Namun dalam perubahan itu, menurutnya pemerintah tidak mengubah ambang batas omzet pelaku UKM Rp4,8 miliar per tahun.
  • Pajak Didorong, Penyerapan Belanja Dioptimalkan: Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Adriyanto mengatakan pemerintah berupaya agar penerimaan pajak bisa terus tumbuh, seiring penyerapan belanja yang masih berkisar 92% terus didorong semakin naik. Upaya itu menjadi landasan untuk mengejar target defisit di bawah 2% yang menuntun pemerintah untuk melakukan perbaikan penerimaan dan efisiensi belanja.
  • Insentif Pajak Masih Kurang Menarik: Pengusaha menilai insentif pajak berupa tax holiday masih kurang baik, khususnya terkait dengan waktu pembebasan yang terlalu singkat, serta nilai minimum investasi yang dipersyaratakan terlalu besar. Ketua Litbang Perdagangan dan Industri Bahan Baku GP Farmasi Indonesia Vincent Harijanto mengatakan syarat minimal investasi masih terlalu besar bagi industri bahan baku farmasi, paling tidak harus berinvestasi Rp500 miliar hingga Rp1 triliun. Padahal rata-rata investasi di sektor farmasi hanya Rp100 miliar hingga Rp200 miliar saja. (Amu)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.