Ilustrasi gedung DJP.
JAKARTA, DDTCNews – Dirjen Pajak merilis beleid baru yang mengatur tentang penggolongan kualitas piutang pajak.
Penggolongan tersebut dituangkan dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-01/PJ/2020. Melalui beleid yang diteken pada 13 Januari 2020 ini, Dirjen Pajak mewajibkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk melakukan penilaian atas kualitas piutang pajak berdasakan kondisi piutang tersebut.
“Untuk tujuan penyusunan laporan keuangan, Kepala KPP wajib melakukan penilaian atas kualitas piutang pajak berdasarkan kondisi piutang pajak pada tanggal laporan keuangan untuk membentuk penyisihan piutang pajak tidak tertagih,” demikian bunyi Pasal 2 ayat (1) beleid itu.
Adapun yang dimaksud dengan piutang pajak adalah piutang yang timbul akibat adanya pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda, atau kenaikan yang tercantum dalam surat ketetapan pajak (SKP) atau surat sejenisnya.
Piutang ini timbul lantaran pajak yang terutang belum dilunasi sampai dengan akhir periode laporan keuangan. Sementara itu, kualitas piutang pajak didefinisikan sebagai taksiran atas ketertagihan piutang pajak yang diukur berdasarkan umur atau kondisi piutang pajak pada tanggal laporan keuangan.
“Ketentuan mengenai penggolongan kualitas piutang pajak yang berlaku saat ini, nilai piutang pajak di neraca belum mencerminkan nilai bersih yang dapat direalisasikan (net realizable value), sehingga perlu mengubah ketentuan mengenai penggolongan kualitas piutang,” demikian penggalan salah satu pertimbangan munculnya beleid ini.
Secara lebih terperinci, kualitas piutang pajak diklasifikasikan menjadi 4 golongan, yaitu kualitas lancar, kurang lancar, diragukan dan macet. Pengklasifikasian golongan piutang tersebut tergantung pada jenis pajak, umur, dan kondisi dari piutang pajak.
Secara lebih ringkas kualitas piutang pajak penghasilan (PPh), pajak pertambahan nilai (PPN), bea materai, pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, perhutanan dan pertambangan (PBB-P3) dapat dilihat pada tabel berikut.
Golongan Kualitas Piutang Pajak | Umur Piutang dan Indikator Lain | |
PPh, PPn, PPnBM, dan Bea Materai | PBB-P3 | |
Lancar | Sampai dengan 4 bulan | Sampai dengan 6 bulan |
Kurang Lancar | Di atas 4 bulan sampai dengan 1 tahun | Di atas 6 bulan sampai dengan 1 tahun |
Diragukan | Di atas 1 tahun sampai dengan 3 tahun | Di atas 1 tahun sampai dengan 3 tahun |
Macet |
|
|
Sumber: Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-01/PJ/2020
Lebih lanjut, dalam hal suatu piutang PPh, PPN, PPnBM, dan PBB-P3 berdasarkan pada Surat Tagihan Pajak (STP) dan tergolong piutang pajak kurang lancar maka piutang tersebut ditagih minimal dengan menerbitkan surat teguran atau surat perintah penagihan seketika dan sekaligus.
Sementara itu, apa piutang pajak PBB-P3 berdasarkan pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) atau Surat Ketetapan Pajak Pajak Bumi dan Bangunan (SKP PBB) dan memenuhi kriteria piutang pajak kurang lancar maka harus segera dilakukan penagihan dengan terlebih dahulu diterbitkan STP PBB.
Peraturan Dirjen Pajak ini mulai berlaku untuk penyusunan laporan keuangan tahunan tahun anggaran 2019. Pada saat Peraturan Dirjen Pajak ini mulai berlaku, ada empat beleid yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Keempat beleid itu adalah Peraturan Dirjen Pajak No.PER-02/PJ/2012, Peraturan Dirjen Pajak No. PER-02/PJ/2013, Peraturan Dirjen Pajak No.PER-07/PJ/2013, dan Peraturan Dirjen Pajak No. PER-39/PJ/2013. (kaw)