Ketua Dewan Pembina PERTAPSI Poltak Maruli John Liberty Hutagaol.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah dinilai perlu lebih memberikan kepercayaan kepada perguruan tinggi dalam mencetak konsultan pajak di Indonesia.
Ketua Dewan Pembina PERTAPSI Poltak Maruli John Liberty Hutagaol mengatakan Indonesia saat ini masih sangat kekurangan konsultan pajak. Menurutnya, perguruan tinggi dapat dilibatkan untuk menutup kekurangan konsultan pajak tersebut.
"Harus ada trust dari regulator untuk memberikan kesempatan bagi perguruan tinggi untuk meng-upgrade dirinya dan juga bisa melahirkan dari jalur akademis konsultan pajak brevet A, yang notabene bisa menangani orang pribadi maupun UMKM, usaha mikro, kecil, dan menengah," katanya dalam seminar nasional bertajuk Kuasa dan Konsultan Pajak: Model dan Studi Perbandingan di FEB UI, Kamis (28/11/2024).
John mengatakan kekurangan konsultan pajak menjadi salah satu tantangan Indonesia dalam meningkatkan kepatuhan pajak. Data Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (P2PK) Kemenkeu mencatat saat ini terdapat 7.168 konsultan pajak.
Kemudian, jumlah pegawai pajak di Indonesia itu adalah sekitar 44.000 orang. Adapun wajib pajak yang terdaftar mencapai 74 juta wajib pajak.
Berkaca dari negara maju seperti Jepang, jumlah konsultan pajak semestinya sama dengan jumlah pegawai pajak. Artinya, Indonesia masih kekurangan sekitar 36.802 konsultan pajak.
Dia membuat hitungan kasar bahwa dari jumlah kekurangan konsultan pajak tersebut, 40% adalah dibutuhkan untuk menangani wajib pajak orang pribadi atau konsultan pajak brevet A, 40% untuk menangani wajib pajak badan atau konsultan pajak brevet B, serta 20% untuk menangani melayani wajib pajak penanaman modal asing dan wajib pajak grup atau konsultan pajak brevet C.
John memandang keberadaan konsultan pajak erat berkaitan dengan kepatuhan wajib pajak. Apabila jumlah konsultan pajak mencukupi, diharapkan kepatuhan wajib pajak dan kontribusi mereka dalam membayar pajak juga meningkat.
Dia pun meminta regulator lebih serius mengupayakan pemenuhan kebutuhan konsultan pajak. Salah satu opsi yang dapat ditempuh yakni memberikan sertifikat konsultan pajak brevet A kepada pemilik ijazah S-1 atau D-4 program studi (prodi) perpajakan.
Terlebih, hal itu juga telah diatur dalam Pasal 10 PMK 111/2014 s.t.d.d PMK 175/2022.
"Kekurangan konsultan pajak dari jalur akademis ini harus segera kita penuhi, kita laksanakan. Jangan ditunda lagi. Tinggal kita lihat saja perguruan tinggi mana yang program perpajakannya sudah terakreditasi," ujarnya.
Di sisi lain, John juga sempat menyinggung rencana pemerintah menerbitkan PMK baru mengenai konsultan pajak. Penerbitan PMK baru tersebut diharapkan mempertimbangkan upaya pemenuhan kebutuhan konsultan pajak, serta lebih memberikan kepastian hukum bagi konsultan pajak dan dunia usaha. (sap)