BERITA PAJAK HARI INI

Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

Redaksi DDTCNews
Jumat, 24 Januari 2025 | 08.52 WIB
Penjelasan DJP soal Hitung PPN dengan DPP 11/12 yang Tidak Otomatis

JAKARTA, DDTCNews – Coretax DJP belum dapat memfasilitasi penghitungan PPN menggunakan dasar pengenaan pajak (DPP) nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual berdasarkan PMK 131/2024 secara otomatis. Topik ini menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Jumat (24/1/2025).

Ketua Subtim Analis Bisnis 1a Tim Pelaksana PSIAP DJP Andik Tri Sulistyono mengatakan automasi penghitungan PPN dengan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual belum tersedia karena skema penggunaan DPP nilai lain tersebut baru diputuskan pada penghujung 2024.

"Kami mohon maaf bila belum bisa memfasilitasi penghitungan DPP nilai lain secara otomatis, tetapi harus dihitung oleh PKP, baik yang membuat faktur pajak secara key-in maupun yang upload XML," katanya dalam acara sosialisasi coretax bersama Kadin.

Dengan demikian, PKP perlu melakukan penghitungan PPN menggunakan DPP nilai lain secara manual di luar coretax, lalu memasukkan hasil hitungan tersebut ke coretax, baik melalui pembuatan faktur secara key-in maupun upload XML.

"Mengapa tidak bisa kita kunci pakai 11/12 untuk DPP nilai lain? Karena kode transaksi 04 itu sebetulnya ditujukan untuk pengenaan DPP nilai lain yang lainnya," tutur Andik.

Penyerahan yang PPN-nya dihitung dengan DPP nilai lain sebelum PMK 131/2024 berlaku contohnya ialah pemakaian BKP/JKP sendiri, pemberian BKP/JKP secara cuma-cuma, penyerahan produk hasil tembakau, penyerahan LPG yang bagian harganya tidak disubsidi pada titik serah badan usaha, dan lain sebagainya.

Mengingat formula penghitungan PPN menggunakan DPP nilai lain sangat bervariasi, DJP tidak bisa serta merta mengotomatiskan penghitungan PPN menggunakan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.

Perlu diketahui, PMK 131/2024 menjadi landasan dari pemberlakuan PPN dengan tarif efektif 11% khusus atas BKP/JKP nonmewah meski tarif dalam undang-undang sudah naik menjadi 12% mulai 2025 sesuai Pasal 7 ayat (1) huruf b UU PPN.

Tarif efektif PPN sebesar 11% atas BKP/JKP tidak mewah diberlakukan dengan cara menerapkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian dalam penghitungan PPN terutang.

BKP mewah dikenakan PPN sebesar 12% atas keseluruhan DPP, bukan 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian. BKP mewah ialah BKP yang selama ini merupakan objek PPnBM berdasarkan PMK 96/2021 s.t.d.d PMK 15/2023 dan PMK 141/2021 s.t.d.d PMK 42/2022.

Selain penghitungan PPN di Coretax DJP, ada pula ulasan mengenai penghematan besar-besaran dari Presiden Prabowo Subianto. Kemudian, ada juga bahasan terkait dengan proses aksesi Indonesia menjadi anggota OECD.

Berikut ulasan artikel perpajakan selengkapnya.

DJP Optimistis Coretax Bakal Mudahkan Wajib Pajak

Kendati menghadapi berbagai kendala, DJP meyakini penerapan coretax administration system akan memperbaiki pelayanan yang diberikan otoritas kepada wajib pajak.

Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan Direktorat P2Humas DJP Tirta mengatakan coretax akan mengintegrasikan berbagai proses bisnis di bidang perpajakan. Dengan kemudahan ini, kepatuhan wajib pajak diharapkan terus meningkat.

"Coretax adalah sistem yang terintegrasi, menyatukan 21 proses bisnis, baik yang melibatkan pembayar pajak maupun proses bisnis internal yang tentunya juga berkaitan dengan wajib pajak," katanya. (DDTCNews)

Presiden Prabowo Bidik Efisiensi Anggaran hingga Rp300 Triliun

Pemerintah akan melakukan efisiensi anggaran Rp 306,69 triliun pada 2025. Penghematan anggaran tersebut berasal dari anggaran kementerian/lembaga (K/L) dan transfer ke daerah (TKD).

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Deni Surjantoro menyampaikan, nantinya anggaran tersebut akan dialokasikan untuk kebutuhan belanja negara lainnya. Namun, Ia belum bisa memastikan peruntukan realokasi belanja tersebut.

“Tujuan pengoptimalan anggaran ini juga untuk mendukung program pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat. Termasuk untuk melaksanakan subsidi dan perlinsos agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” ujarnya. (Kontan/Bisnis Indonesia/Kompas)

Alasan Coretax Tidak Diimplementasikan secara Bertahap oleh DJP

DJP menegaskan transisi dari sistem lama menuju coretax administration system tidak bisa dilaksanakan secara bertahap.

Ketua Subtim Analis Bisnis 1a Tim Pelaksana PSIAP DJP Andik Tri Sulistyono mengatakan implementasi coretax secara bertahap justru akan merepotkan wajib pajak.

"Situasi-situasi itu sudah mendapatkan asesmen dari sisi teknis di kami sehingga itu juga akan merugikan wajib pajak," tuturnya. (DDTCNews)

Terkait Tax Amnesty Jilid III, DJP: Tunggu Arahan Presiden

DJP belum memberikan kepastian terkait dengan rencana pelaksanaan program Tax Amnesty Jilid III. Terlebih, keputusan kebijakan tersebut juga sepenuhnya berada di ranah Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.

Kepala Subdirektorat Pelayanan Perpajakan Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Humas DJP Kemenkeu Tirta mengatakan arah kebijakan perpajakan termasuk potensi pelaksanaan Tax Amnesty Jilid III juga akan mengikuti arahan dari Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

"Terkait dengan bagaimana ke depan, kira-kira kebijakan perpajakannya tentu nanti akan berdasarkan pada kebutuhan dan juga arah dari pimpinan tertinggi di Indonesia, dari bapak presiden, ibu Menkeu gitu ya. Kita tunggu saja nanti seperti apa ke depannya," katanya. (Kontan)

Butuh 7 Tahun, Proses Aksesi Indonesia Jadi Anggota OECD

Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala BKPM Rosan Roeslani mengungkapkan proses aksesi atau bergabungnya Indonesia ke Organisation for Economic Co-operation and Development alias OECD memberlakukan waktu bertahun-tahun.

Rosan menegaskan Indonesia terus berupaya bergabung ke OECD. Kendati demikian, ada banyak persyaratan yang harus terlebih dahulu dipenuhi Indonesia.

"Untuk menjadi anggota OECD, itu akan memakan waktu. Bukan setahun, dua tahun, atau bahkan tiga tahun. Jadi prosesnya akan memakan waktu sekitar lima hingga tujuh tahun," ujarnya. (Bisnis Indonesia)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
Belum ada komentar.