WAJIB pajak badan umumnya melakukan pembayaran pajak penghasilan (PPh) dalam tahun berjalan yang akan menjadi pengurang atau kredit pajak di akhir tahun atau disebut dengan PPh Pasal 25. Pembayaran PPh secara angsuran ini harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan.
Sistem ini sejatinya memberikan kemudahan bagi wajib pajak agar tidak terlalu terbebani dengan pembayaran pajak sekaligus pada akhir tahun yang dirasa akan memberatkan wajib pajak. Mekanisme ini diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang PPh sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2008 (UU PPh).
Angsuran PPh Pasal 25 dibayarkan setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya, dan dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya. Sebagai contoh, untuk masa pajak Januari 2019, maka angsuran PPh Pasal 25 disetor paling lambat tanggal 15 Februari 2019 dan dilaporkan paling lambat tanggal 20 Februari 2019.
Perhitungan Umum PPh Pasal 25
Secara umum, perhitungan PPh angsuran ini diatur dalam Pasal 25 ayat (1) UU PPh, yang berbunyi sebagai berikut:
“Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu, dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22; dan
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.”
Sebagai contoh, PPh yang terutang berdasarkan surat pemberitahuan (SPT) tahunan PPh tahun 2019 sebesar Rp50 juta PT A, dikurangi dengan PPh Pasal 22, 23, dan 24, dengan data sebagai berikut :
Dengan demikian, jumlah kredit pajak PT A adalah Rp20 juta. Untuk menghitung besarnya angsuran, PPh terutang menurut SPT dikurangi dengan kredit pajak yang sudah dibayarkan, yaitu Rp50 juta – Rp20 juta = Rp30 juta. Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2020 adalah sebesar Rp30 juta/12 = Rp2,5 juta.
Perlu dicatat, PPh terutang tahun lalu yang dimaksud adalah PPh terutang menurut SPT Tahunan terakhir yang dilaporkan. Namun, menurut Pasal 25 ayat (4) UU PPh, apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak (SKP) untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan SKP tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan SKP.
Sebagai contoh, berdasarkan SPT tahunan PPh tahun pajak 2019 yang disampaikan wajib pajak pada Februari 2020, perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar adalah sebesar Rp2,5 juta. Pada Juni 2020 telah diterbitkan SKP tahun pajak 2019 yang menghasilkan besarnya angsuran pajak setiap bulan sebesar Rp3 juta.
Berdasarkan ketentuan dalam ayat ini, maka besarnya angsuran pajak mulai bulan Juli 2020 adalah sebesar Rp3 juta. Penetapan besarnya angsuran pajak berdasarkan SKP tersebut dapat lebih besar lebih kecil atau sama dari angsuran pajak sebelumnya .
Perhitungan PPh Pasal 25 untuk Wajib Pajak Baru
Perhitungan angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak yang baru terdaftar pada suatu tahun pajak, memiliki rumusan yang berbeda. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 215/PMK.03/2018.
Aturan ini memberikan kelonggaran angsuran bagi wajib pajak baru terdaftar. Dalam hal ini, kelonggaran yang diberikan adalah pembebasan dari pembayaran PPh Pasal 25. Sebagai contoh, PT A baru terdaftar pada tahun pajak 2019, maka selama tahun 2019 angsuran PPh Pasal 25 ditetapkan nihil.
Untuk wajib pajak baru dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pengambilalihan usaha dan/atau perubahan bentuk badan usaha juga memiliki mekanisme sendiri. Hal itu juga diatur dalam PMK 215/2018.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru dalam rangka penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha pada sisa tahun pajak berjalan ditetapkan sebesar penjumlahan angsuran PPh Pasal 25 dari seluruh wajib pajak yang terkait sebelum penggabungan, peleburan, dan/atau pengambilalihan usaha.
Misalnya, PT A dan PT B bergabung menjadi PT AB pada tahun 2019. PT A membayar PPh Pasal 25 sebesar Rp25 juta sedangkan PT B membayar PPh Pasal 25 sebesar Rp50 juta, maka angsuran PPh Pasal 25 PT AB (setelah penggabungan) ditetapkan sebesar Rp75 juta.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak dalam rangka pemekaran usaha, jumlah angsuran PPh Pasal 25 untuk seluruh wajib pajak hasil pemekaran usaha ditetapkan sebesar angsuran PPh Pasal 25 sebelum pemekaran usaha. Angsuran untuk masing-masing wajib pajak hasil pemekaran usaha dihitung berdasarkan persentase nilai harta yang dialihkan.
Misal, PT ABC adalah perusahaan kendaraan yang bergerak sebagai produsen, distributor, dan eceran. Kemudian pada 2019, PT ABC melakukanpemecahan usaha sehingga menjadi PT A yang menangani industri, PT B yang menangani distributor, dan PT C yang menangani eceran.
Angsuran PPh Pasal 25 PT A, PT B, dan PT C ditetapkan sebesar proporsi nilai harta yang dialihkan. Untuk menghitung PPh Pasal 25 masing-masing perusahan, harus diketahui dahulu jumlah nilai harta PT ABC. Setelah itu, menghitung PPh Pasal 25 PT A sebesar proporsi nilai harta yang dialihkan ke PT A dibandingkan dengan nilai harta PT ABC dikalikan dengan PPh Pasal 25 PT ABC.
Adapun, angsuran PPh Pasal 25 untuk wajib pajak baru yang merupakan hasil perubahan bentuk badan usaha pada tahun pajak berjalan ditetapkan sebesar angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir sebelum terjadinya perubahan bentuk badan usaha. Misal, pada 2019 CV Agung Karya berubah bentuk menjadi PT Agung Karya, maka PPh Pasal 25 PT Agung Raya pada 2019 sebesar PPh Pasal 25 CV Agung Karya.
Demikian penjelasan mengenai angsuran PPh Pasal 25 secara umum dan untuk wajib pajak badan baru. Artikel mengenai PPh badan selengkapnya dapat dibaca di sini.