PPh PASAL 4 AYAT 2 (7)

Pajak atas Usaha Jasa Konstruksi

Redaksi DDTCNews
Kamis, 15 Juni 2017 | 16.45 WIB
Pajak atas Usaha Jasa Konstruksi

USAHA jasa konstruksi merupakan objek pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 4 ayat (2) yang bersifat final. Dalam kegiatan usaha jasa konstruksi, kontraktor atau pengusaha jasa konstruksi menjadi subjek pajak.

Hal ini berlaku baik bagi yang sudah maupun yang belum memiliki sertifikasi dan kualifikasi sebagai profesional dalam bidang konstruksi sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam peraturan Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) Nomor 11 Tahun 2006.

Payung hukum yang mengatur tentang pajak atas usaha jasa konstruksi tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah dengan PP Nomor 40 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi (selanjutnya disebut PP 51/2008 stdd PP 40/2009).

Sebelum membahas lebih dalam tentang bagaimana perpajakan yang terjadi dalam usaha jasa konstruksi, akan dijelaskan terlebih dahulu beberapa pengertian yang berkaitan dengan jasa konstruksi, sebagai berikut:

  • Jasa Konstruksi adalah layanan jasa konsultansi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultansi pengawasan konstruksi.
  • Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.
  • Perencanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
  • Pelaksanaan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).
  • Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai selesai dan diserahterimakan. Termasuk di dalam kelompok jasa ini adalah jasa penilai.
  • Nilai Kontrak Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam suatu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan.

Berdasarkan pengertian di atas, usaha jasa konstruksi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksanaan konstruksi dan jasa pengawasan konstruksi.

Dalam Pasal 3 PP 51/2008 stdd PP 40/2009, besar tarif pajak untuk usaha jasa konstruksi dibedakan menjadi dua bagian yaitu usaha jasa konstruksi yang memiliki klasifikasi usaha dan yang tidak memiliki klasifikasi usaha.

  • Memiliki Klasifikasi Usaha
Bentuk UsahaKlasifikasi UsahaTarif
Pelaksanaan KonstruksiKecil2% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
Menengah dan Besar3% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
Perencanaan dan PengawasanKecil, Menengah dan Besar4% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
  • Tidak Memiliki Klasifikasi Usaha
Bentuk UsahaTarif
Pelaksanaan Konstruksi 4% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN
Perencanaan dan Pengawasan 6% dari penerimaan pembayaran tidak termasuk PPN

Khusus untuk jasa pelaksanaan konstruksi, kualifikasi usaha itu bahkan dibagi ke dalam tiga kelompok yakni: kecil, menengah dan besar. Menurut Peraturan LPJK Nomor 11 Tahun 2006 pengelompokkan tersebut didasarkan pada apa yang disebut grade yaitu tingkat kemampuan atau kompetensi dari si kontraktor, seperti tampak pada tabel berikut:

KualifikasiKelompokGradeKompetensiPeruntukan
KecilK31Rp0 - Rp100 JutaPengusaha perorangan dan badan usaha 
KecilK22Rp100 Juta – Rp300 JutaPengusaha perorangan dan badan usaha 
KecilK13Rp300 Juta – Rp600 JutaPengusaha perorangan dan badan usaha 
Kecil 4Rp600 Juta – Rp1 MiliarPengusaha perorangan dan badan usaha 
MenengahM5Rp1 Miliar – Rp10 MiliarBadan usaha
BesarB26Rp1 Miliar – Rp25 MiliarBadan usaha
BesarB17Rp1 Miliar – tidak dibatasiBadan usaha (termasuk asing)

Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan

Adapun terkait dengan tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penatausahaan
pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 187/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan PMK No. 153/PMK.03/2009.

Pajak penghasilan dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran, dalam hal pengguna jasa merupakan pemotong pajak. Apabila pengguna jasa adalah badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, bentuk usaha tetap atau wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, maka akan dipotong oleh pengguna jasa pada saat pembayaran uang muka dan termin.

Sementara itu, apabila pengguna jasa bukan merupakan pemotong PPh, maka kontraktor selaku pemberi jasa dan penerima penghasilan wajib menyetorkan sendiri PPh Final yang terutang tersebut.

Pembayaran PPh Final usaha jasa konstruksi dilakukan paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh oleh pengguna jasa atau tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterimanya pembayaran oleh pemberi jasa.

Sementara, pelaporan PPh Final bagi pengguna dan pemberi jasa harus dilakukan paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan terutangnya PPh atau bulan diterimanya pembayaran atas jasa konstruksi.*

Editor :
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Bagikan:
user-comment-photo-profile
user-comment-photo-profile
Ade Cahyo
baru saja
apakah jasa pemeliharaan gedung (dipotong PPh 23) termasuk jasa kontruksi? kalo iya apakah PPh nya bisa mengunakan PP 23 tahun 2018